Seorang siswa bertanya pada saya, "Apakah Mahaguru Lu kenal dengan seorang bernama Lim-Quei Sun (Lin Gui-sen) dari Melbourne, Australia?"
Saya menjawab, "Kenal."
Saya berkata, "Dulu sekali, Lim-Quei Sun bersarana pada saya, saya memberikan nama vihara "Ruyi Tang", ia tekun mendalami Buddhadharma, mencetak banyak kitab Sutra, pahalanya besar. Apalagi "Ksitigarbha-pranidhāna-sūtra", saya pernah menuliskan gatha untuknya yang berbunyi:
Neraka pun memperlihatkan cahaya gemilang.
Tersimpan Mahatathagata menyeberang ke pantai seberang.
Luasnya hati Bodhi sulit diperkirakan.
Bhumi bodhisattva berubah menjadi pria telaga langit.
Ia membawa Kulapati Wuming ke tempat saya, sehingga saya dan Kulapati Wuming pun menjalin hubungan baik.
Ia membawa H.H. Jigdal Dagchen Sakya Rinpoche ke tempat saya, sehingga saya dan Dagchen Sakya Rinpoche pun menjalin hubungan baik. Ada lagi...."
Si siswa berkata, "Pahala Lim-Quei Sun sedemikian besar, di Melbourne ia telah mendirikan tempat ibadah besar, membangun Buddhasala kembar, setelah menjadi bhiksu, menjelaskan Sutra dan berceramah Dharma. Saat kaiguang Dharmasala utama, umat berdatangan dari segala penjuru, di depan pintu berdiri sepasang singa gagah yang berukuran raksasa, umat yang datang susul-menyusul tak ada henti-hentinya, ia sungguh ibarat sesosok naga Dharma, masa depannya cemerlang tak terhingga.".....
Si siswa lanjut bertanya, "Namun, mengapa ia meninggal dunia dalam usia keemasan?"
Saya murung, "Hanya karena ia telah melanggar Sila Samaya!"
Sila Samaya adalah sila yang tidak boleh dilanggar. Tidak ada Tantrika yang berani melanggar Sila Samaya. Jika melanggar Sila Samaya, berarti memutuskan garis yang menghubungkan antara "Guru", "Yidam", dan "Sadhaka". Orang yang melanggarnya, tak hanya tidak dapat berhasil dalam bersadhana, Dewa Sumpah Samaya akan menjatuhkannya ke tiga alam samsara dan tak bisa keluar selamanya, itu sebabnya, tidak ada Tantrika yang berani melanggarnya.
Saya pernah mengamati Lim-Quei Sun di dalam samadhi, saya melihat sehampar awan hitam yang cukup besar, datang menyelimuti langit dan bumi, menjeratnya selapis demi selapis, sehampar awan hitam yang cukup besar ini menutupi sinar pahala berupa bintang-bintang di atas tubuhnya.
Sehampar bayangan hitam ini menjeratnya, terbang ke benua "Laut Beracun", akhirnya, dilempar ke laut beracun.
Di dalam samadhi, saya melihat pemandangan "dunia lain", saya merasa sedih dan menyesal. Ia sama sekali lupa dengan ajaran dan larangan dari Guru, melupakan ikrar, Acarya Lian Ying (Lim-Quei Sun) ini melupakan:
Ikrar bersarana.
Ikrar mentransmisikan Dharma.
Ikrar menyeberangkan insan.
Ikrar mendukung.
Ikrar menaati sila.
Jika ikrar-ikrar ini tidak ditaati, seluruh ritual tidak dapat berhasil, walaupun ada pahala, juga sia-sia.
Saya sungguh melihat "sehampar awan hitam yang cukup besar" menjeratnya.
Jika ia masih mengingat "nama" saya, atau menjapa "mantra hati" saya, mungkin masih tertolong.
Jika ia "bertobat" tepat waktu, mungkin masih tertolong.
Sebenarnya, saat ia dijerat awan hitam, asalkan ia menelepon saya, saya pasti akan menekuni "Cakrapala", ini adalah welas asih saya.
Saya mana tega melihatnya mati tanpa menolongnya?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar