BERHENTI DAN TIDAK BERHENTI BERHUBUNGAN INTIM

Saya berkata, bagus sekali kalau "jarang bicara", bagus sekali kalau "tidak bicara", namun, bila menghadapi pertanyaan seputar "nafsu birahi", bisakah tidak angkat bicara?

Siswa Yang suka Agama Buddha, memutuskan untuk berhenti berhubungan intim, namun istrinya menentang, jika berhenti berhubungan intim, berarti cerai.

Siswa Yang bertanya pada saya:

"Bagaimana?"

Nyonya Hu suka Agama Buddha, sehingga tidak berhubungan intim lagi dengan suaminya, sang suami sangat kesal, lalu mengadu pada saya.

Pak Hu berkata:

"Belajar Agama Buddha sampai jadi begini, riwayat rumah tangga saya hampir tamat. Mahaguru Lu, Anda harus bertanggungjawab."

Ini bukan persoalan kecil lagi, melainkan persoalan yang sangat besar, bukan persoalan Zhenfo Zong, melainkan persoalan seluruh Agama Buddha.

*

Saya berkata:

Bhiksu pasti berhenti berhubungan intim.

Upasaka dan upasika tidak perlu berhenti berhubungan intim.

(Hanya sebagian kecil yang mengesampingkan)

Ada siswa bertanya:

"Sebagian kecil itu sekecil apa? Mengesampingkan, kurang memperhatikan, bagaimana agar bisa kurang memperhatikan?"

Saya, ".........."

(Ini persoalan baru lagi, ha ha ha!)

*

Hari ini, di dalam artikel singkat ini, terus terang saya katakan pada Anda semua, nafsu pada dasarnya adalah benih tumimbal lahir, nafsu birahi juga demikian, bhiksu yang telah meninggalkan keduniawian tentu harus berhenti.

Bhiksu harus memikirkan:

Dunia ini semu.

Sukha adalah dukha.

Kebahagiaan tertinggi itu sementara.

Usia tua dan kematian segera tiba.

(Kenikmatan birahi bersifat sementara, anitya, dukha, hampa, dan tumimbal lahir)

Begitu bhiksu berpikir demikian, segera meninggalkan keduniawian.

Lebih lanjut:

Upasaka memiliki istri, upasika memiliki suami, berhubungan suami istri memang tidak dapat dihindari. Jarang sekali ditemukan orang yang dapat berhenti berhubungan intim semasa usia muda, usia prima, dan usia setengah baya.

Namun, ketika sepasang suami istri telah lanjut usia.

Dengan sendirinya akan berhenti.

Inilah saatnya untuk mengenal dengan jelas bahwa nafsu birahi itu sementara, nafsu birahi itu semu, usia tua dan kematian segera tiba, lebih baik tekun bersadhana.

Lebih lanjut:

Jika upasaka dan upasika ingin meninggalkan nafsu birahi, mesti dibicarakan baik-baik dengan pasangannya.

Jika kedua pihak setuju, maka tidak menjadi masalah.

Jika salah satu pihak tidak setuju, lebih jangan dipaksa, tunggu sampai tua, maka akan berhenti dengan sendirinya.

*

Jadi, Sadhana Yab-Yum dalam Tantra sangat berguna bagi upasaka dan upasika. Menjadikan "nafsu birahi" sebagai sadhana. Saya uraikan secara singkat:

1. Lebih dulu berhasil dalam "anasrava".

2. Kemudian berhasil dalam "pandangan sunya" (sunyata).

Mengubah sukha menjadi sunya, mengubah sunya menjadi sukha, sehingga memperoleh mahasukha.

Bindu tidak keluar, yang keluar hanya prana, prana memasuki nadi tengah, sehingga memperoleh terang.

Lewat "Samadhi Kamasukha" yang terang, maka diperoleh "prajna", "prajna" ini adalah cahaya terang yang dihasilkan lewat menyaksikan prajna sunya.

Buddhata muncul.

Tathata muncul.

(Membuktikan bahwa rupa dan sunya tidak ada bedanya)

Tidak ada komentar: