Duskara-carya Bukanlah Jalan
Sakyamuni Buddha pernah menjalani duskara-carya ( pertapaan keras ) di Hutan Uruvela selama enam tahun.
Di sana Beliau mencari jalan dan berguru.
Dari hasil perenungan mendalam yang dilakukan oleh Sakyamuni Buddha, dapat diketahui :
“Melakukan latihan keras terhadap tubuh jasmani malah menyebabkan kemelekatan pada tubuh jasmani.”
“Moksa tidak akan bisa diraih dengan cara menyiksa tubuh.”
“Menganggap penyiksaan tubuh sebagai kebajikan dan menganggap kenyamanan tubuh sebagai kejahatan, pemikiran semacam ini tidaklah benar.”
Sakyamuni Buddha menasehati para pertapa di tempat pertapaan Pertapa Bhagava bahwa ‘Duskara-carya bukanlah jalan pembebasan’.
Namun tidak ada yang percaya kepada-Nya.
Semua orang berpendapat :
“Sakyamuni Buddha adalah mara sesat.”
Sakyamuni Buddha merenung : “ Apa yang terjadi dengan para pertapa itu, Pertapa Bhagava dan para pertapa di Hutan Uruvela melekat pada berbagai pelatihan ekstrim seperti bergantung terbalik, membakar diri, membenamkan diri, mengerat daging, berhenti makan dan lain sebagainya hanya demi terlahir di surga untuk menikmati kesenangan, bukankah ini merupakan kontradiksi ?”
Akhirnya Sakyamuni Buddha memahami bahwasanya duskara-carya hanya menitikberatkan pada tubuh jasmani, namun kunci sesungguhnya adalah kemurnian batin, untuk mencapai kemurnian batin perlu melampaui tubuh jasmani, melupakan tubuh jasmani, inilah metode yang paling utama.
●
Saat itu para Pertapa Duskara-carya menjelek-jelekkan Sakyamuni Buddha :
“Pasti Ia telah jatuh hati pada Nandabala si gadis gembala.”
“Ia telah jatuh, ia terlalu melekat pada keduniawian.”
“Kemauannya lemah, sehingga ia kehilangan keyakinan.”
Siapa sangka :
Sakyamuni Buddha duduk di Vajrasana di bawah Pohon Bodhi dan berikrar :
“Aku berikrar tidak akan beranjak dari sini selama belum terbebas dari kelahiran dan kematian, mencapai Nirvana, Anuttarasambodhi.”
●
Saya ( Buddha Hidup Lian-sheng, Sheng-yen Lu ) setuju bahwa :
Bhavana adalah memurnikan batin.
Tidak ada hubungannya dengan penyiksaan tubuh jasmani.
Bhavana tidak harus menyiksa tubuh.
Duskara-carya bukanlah jalan pembebasan.
Ada dua jalan yang dapat ditempuh dalam bhavana :
1. Bhavana dengan ketenteraman.
2. Bhavana dengan mentaati aturan.
Jangan melekat pada penderitaan maupun kesenangan tubuh jasmani, sepenuhnya hanya berusaha untuk memurnikan batin.
Bhavana kita :
Tidak condong kepada duskara-carya.
Tidak condong kepada pramada ( kesenangan ).
Dengan demikian barulah sesuai dengan jalan tengah yang diajarkan oleh Sakyamuni Buddha.
●
Sesungguhnya mana ada penderitaan dalam realisasi bhavana ?
Alam surga : Terlahir di surga, menikmati berkah surgawi, kenikmatan besar di surga.
Empat Alam Suci : kedamaian dan kemurnian sebagai sukha, sukha abadi dan kemurnian diri.
Ksetra-parisuddhi atau Buddha-ksetra : Sukhavatiloka.
Saya menyadari bahwa kebahagiaan yang timbul dari realisasi bhavana adalah tiada bandingannya.
Inilah : ‘Menggunakan keleluasaan dan kebahagiaan batin.’ Ini adalah Mahasukha ! Terbebas dari semua klesa, bukankah ini Mahasukha ? Terlebih lagi munculnya Buddhata, ini adalah Maha Mahasukha.
Sukha semacam ini saya sebut :
Sukha abadi : Sukha yang berkesinambungan.
Sukha-parisuddhi : Sukha yang membebaskan dari segalanya.
Sukha berkualitas : Sukha yang tertinggi dan terluhur.
Sukha devata : Sukha yang timbul dari abhijna maha leluasa.
●
Saya tercerahkan akan sebuah kalimat :
Penyiksaan diri adalah cara mudah,
Namun tak dapat mencapai Kebuddhaan.
Merupakan ‘hetu’ dan bukanlah ‘phala’.
Oleh karena itulah duskara-carya bukanlah pembebasan.
Dengan sungguh saya beritahu Anda semua, di sinilah maksud Sakyamuni Buddha. Harus melampaui tubuh jasmani, dukha tercipta dari pikiran diri sendiri, sukha juga tercipta dari pikiran diri sendiri, saat telah mencapai kondisi tertinggi, dukha adalah sukha, bukan dukha pun bukan sukha.
Saya menyadari, untuk memahami tingkatan saya ini, bagi orang awam sungguh sukar ! Selain Tathagata, siapa lagi yang dapat benar-benar melebur dalam hati-Ku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar