Kita Semua Makan Apa?


Ada sebuah lelucon seperti berikut: ada seorang suami, sepulang kerja, jalan ke dapur, istri sedang kalang kabut membuatkan makan malam, tegang sekali, bahkan suasana hati juga kurang baik.

Suami bertanya, “Malam ini kita makan apa?”

Istri menjawab, “Makan tinja!” (Bahasa Taiwan)

Begitu suami mendengar, sadar bahwa istri tengah naik pitam, ia pun sangat mengerti situasi, lalu keluar dari dapur, dan mengambil selembar surat kabar, sembunyi di dalam wc dan duduk di atas kloset, menghindari konflik positif.

Setelah istri selesai memasak, merasa bersalah dengan sikapnya tadi.

Lalu berjalan ke pintu wc, perlahan-lahan mengetuk pintu, dengan suara lembut bertanya, “Apa yang kamu lakukan di dalam?”

Suami menjawab, “Sedang membuat makan malam!”

(Setelah Mahaguru Lu membaca, tertawa terbahak-bahak)

*

Sekarang masuk ke topik utama: Guru Zen Huiyong dari Nanyuan bertanya pada Bhiksu Yuantou:

“Apakah kundur telah berbunga?”

Yuantou menjawab, “Sudah lama berbunga.”

Guru Zen Huiyong bertanya, “Apakah berbuah?”

Yuantou menjawab, “Kemarin terkena embun salju sehingga mati membeku.”

Guru Zen Huiyong bertanya, “Kalau begitu kita semua makan apa?”

Bhiksu ingin mengatakan sesuatu, namun, telah dipukul sekali oleh Guru Zen Huiyong.

(Mahaguru Lu memberikan petunjuk, Anda tidak boleh menjawab, “Makan tinja”. Pertanyaan “Kita semua makan apa?” ini” adalah sebuah kata kunci, layak dicerahi, coba pikir kita semua makan apa? Siswa mulia, tahukah kalian jawabannya?)

*

Guru Zen Huiyong bertanya pada bhiksu, “Apa namamu?”

Bhiksu menjawab, “Pucan.”

Guru Zen Huiyong bertanya, “Bagaimana jika tiba-tiba bertemu potongan tinja?”

Bhiksu tidak mampu menjawab.

Huiyong pun pukul si bhiksu sekali.

(Mahaguru Lu memberikan petunjuk, bagaimana jika tiba-tiba bertemu potongan tinja? Juga tidak boleh menjawab “makan tinja!” ketahuilah, jika saya menjawab, saya menjawab, “Siapa Pucan?” Jika siswa mulia menjawab, apa jawaban kalian?)

*

Bhiksu bertanya pada Guru Zen Huiyong, “Bagaimana saat naga melompati sungai dan danau?”

Guru Zen Huiyong menjawab, “Tiba-tiba marah, tiba-tiba gembira.”

Bhiksu bertanya, “Bagaimana saat rawa tumpah dan gunung roboh?”

Guru Zen Huiyong menjawab, “Bebek tua tidak bermulut.”

Bhiksu bertanya, “Bagaimana saat langit cerah tanpa awan?”

Guru Zen Huiyong menjawab, “Macan lapar terjun ke jurang.”

Bhiksu bertanya, “Bagaimana saat dua raja saling bertemu?”

Guru Zen Huiyong menjawab, “Meniup Shakuhachi di perempatan jalan.”

(Mahaguru Lu memberikan petunjuk, tanya jawab ini, walaupun tidak penting, namun, telah memperlihatkan rasa berhubungan dan tidak berhubungan, di dalamnya juga ada rasa)

Tidak ada komentar: