Mahaguru
Lu mempunyai seorang siswa bernama Lianzan, bertahun-tahun bersarana,
bertahun-tahun belajar Sadhana Tantra, sejak dulu sangat tekun,
sayangnya tidak ada tanda-tanda kontak yoga, setelah bertahun-tahun
belajar, merasa agak putus asa.
Terlintas dalam pikiran Lianzan untuk
meninggalkan Mahaguru Lu dan mencari guru bijak lain untuk memohon
rumus sejati, agar tidak menyia-nyiakan waktu kehidupan.
Sehingga ia dengan tulus mempersembahkan persembahan di hadapan Buddha Triratna, berturut-turut mempersembahkan 7 hari.
Berdoa
pada Triratna, “Siswa Buddha mempersembahkan persembahan tubuh, ucapan,
dan pikiran kepada Triratna, mohon Para Buddha Bodhisattva melindungi,
sehingga dalam kehidupan sekarang, menemukan guru bijak Buddhadharma
yang sejati, memohon rumus dan transmisi sejati, agar dalam kehidupan
sekarang, dapat mencapai keberhasilan, semoga Triratna memberikan
petunjuk.”
Demikian berdoa berulang-ulang.
Malamnya memasuki alam
mimpi, benar-benar terjadi keajaiban, tak disangka Lianzan tiba di
Vajrasana, Mahabodhi Temple, India, saat itu Sang Buddha Sakyamuni
sedang ber-Dharmadesana, di samping Dharmasana berderet satu baris,
setiap Dharmasana, masing-masing diduduki oleh Thera Ayusamat (para
tetua yang memiliki umur tak terhingga), setiap Thera tampak agung,
begitu dilihat, membuat orang ingin memberikan penghormatan.
Lianzan
bertanya pada seorang mahabhiksu yang menghadiri upacara, “Apakah Sang
Buddha masih menetap di dunia dan ber-Dharmadesana?”
Mahabhiksu menjawab, “Tidak.”
Lianzan bertanya, “Siapa Thera Ayusamat di kiri dan kanan? Siapa menetap di dunia dan ber-Dharmadesana?”
Mahabhiksu menjawab, “Kiri adalah Ananda, kanan adalah Mahakasyapa, kedua-duanya belum menetap di dunia dan ber-Dharmadesana.”
Lianzan bertanya, “Siapa Thera Ayusamat lainnya? Siapa menetap di dunia dan ber-Dharmadesana?”
Mahabhiksu menjawab, “Mereka semua adalah Maha-Arahat, semua belum menetap di dunia dan ber-Dharmadesana.”
Lianzan bertanya, “Dharmasana lain, juga ditempati oleh Bodhisattva, siapa yang menetap di dunia dan ber-Dharmadesana?”
Mahabhiksu
menjawab, “Bodhisattva hadir merespon berdasarkan sebab dan kondisi,
namun tidak menetap di dunia dan ber-Dharmadesana.”
Lianzan bertanya,
“Saya ingin mencari guru bijak yang menetap di dunia dan
ber-Dharmadesana, bersarana padanya, memohon rumus sejati, agar mencapai
keberhasilan dalam kehidupan sekarang.”
Mahabhiksu menjawab, “Yang Arya yang menetap di dunia, sudah menghadiri upacara, Beliau akan masuk!”
Saat ini.
Tambur dan lonceng dibunyikan, dewi-dewi menebarkan bunga, dari luar vihara masuklah seseorang.
Orang
ini tidak tinggi juga tidak gemuk, rupa agung. Berjubah Dharma berwarna
merah Tibet, tubuh bagian atas menyandang jubah Sila. Berjalan tidak
cepat maupun lambat, kaki tidak menyentuh lantai, melayang perlahan
masuk ke dalam tempat upacara.
Sang Buddha, Maha-Arahat, para
Maha-Bodhisattva, semua berdiri dan menyambutnya. Yang Arya yang menetap
di dunia, naik ke Dharmasana yang tidak tinggi maupun rendah,
Dharmasana ini tidak lebih tinggi daripada Sang Buddha, juga tidak lebih
tinggi daripada Maha-Arahat, juga tidak lebih tinggi daripada
Maha-Bodhisattva, posisi berada di tengah.
Lianzan membuka mata lebar-lebar dan melihat, berseru, “Oh, Tuhan! Mahaguru Lu!”
Mahabhiksu
berkata, “Beliau sebenarnya adalah Sariputra, Buddha Padma Prabha Svara
pada masa depan, Bhagavan Sheng-yen Lu pada masa kini.”
Lianzan
bertanya, “Ternyata guru saya adalah orang yang menetap di dunia dan
ber-Dharmadesana, pemimpin yang melaksanakan Buddhadharma, apakah saya
seharusnya memohon rumus sejati pada Mahaguru Lu?”
Mahabhiksu menjawab, “Benar.”
Lianzan terbangun dari mimpi.
Kemudian memohon pertobatan pada Mahaguru Lu, serta memohon rumus yang luar biasa!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar