Saya pernah pergi ke India, pernah mengunjungi
Mahabodhi Temple. Di belakang vihara, ada sebatang Pohon Bodhi besar,
pemandangan dulu saat Sang Buddha duduk di Vajrasana Pohon Bodhi besar
dan mencapai pencerahan muncul satu demi satu.
Seseorang memberitahu
saya, “Pohon Bodhi ini bukan lagi Pohon Bodhi Sang Buddha dulu, Pohon
Bodhi yang sesungguhnya sudah ditransplantasi ke Sri Lanka (Negeri
Singa), Pohon Bodhi yang sekarang adalah cangkokan.”
Setelah mendengarnya, walaupun agak sedih, namun, tetap bernamaskara 3 kali pada Pohon Bodhi dan berfoto di bawah Pohon Bodhi.
Sekembali
ke Seattle, Amerika Serikat, saya buka sebuah kitab Sutra lama saya,
Sutra Vairocana Mencapai Bodhi dalam Kehidupan Sekarang, jatuh sehelai
daun kering Pohon Bodhi, daun kering berbentuk roda.
Malamnya.
Ada seorang dewa muncul dalam mimpi saya.
Saya bertanya, “Siapa?”
Ia menjawab, “Dewa Pohon Bodhi!”
Syaa bertanya, “Ada apa?”
Ia
menjawab, “Jodoh sangat dalam! Dulu, Raja Ashoka menghancurkan beragam
benda peninggalan Sang Buddha, menebang Pohon Bodhi, namun, begitu angin
sejuk meniup, tumbuh lagi 2 pohon besar. Raja Ashoka tebang lagi,
menghancur-leburkan akar, batang, ranting, dan daun, ditimbun dan
dibakar. Namun, setelah dibakar, tumbuh lagi 2 batang Pohon Bodhi,
seperti pohon giok ditiup angin. Raja Ashoka terkejut sekali melihatnya,
sejak itu mengubah kebencian terhadap Sang Buddha menjadi keyakinan
terhadap Agama Buddha, ini adalah jodoh antara kita.”
Melanjutkan,
“Pada zaman Yang Arya Atisa, Yang Arya menetap di Mahabodhi Temple,
sering mengelilingi vihara dan mengelilingi pohon, Yang Arya memiliki
daya gaib, kaki berjarak 1 siku di atas tanah, mengelilingi vihara dan
mengelilingi pohon, seperti berjalan di air dan awan yang mengalir, ini
juga jodoh karma antara kita.”
Melanjutkan, “Mahaguru Lu, Anda
kembali ke Hindustan, India, Anda bernamaskara di hadapan Mahabodhi
Temple dan Pohon Bodhi. Ini adalah jodoh karma banyak kehidupan.”
Saya berkata, “Sembah sujud pada Dewa Pohon!”
Dewa
Pohon menjawab, “Mahaguru Lu, Anda wajib meneruskan semangat Yang Arya
Atisa. Anda pergi ke Jambi, Sumatera, mengunjungi tempat Atisa memohon
Dharma pada Serlingpa. Anda telah menanam sebatang Pohon Bodhi, seketika
di langit bergemuruh halilintar yang sangat keras. Hujan gerimis pun
turun, ini adalah isyarat yang saya berikan pada Anda!”
Saya berkata, “Ah! Memang benar!”
Dewa
Pohon berkata: pandangan benar Madhyamika dari Atisa itu mewariskan
Aliran Prasangika dari Upadesacarya Candrakirti, konsep Sifat Nidana
adalah Sunya. Anda wajib membabarkan konsep Madhyamika dari
Buddhapalita, Bhavyaviveka, Candrakirti, Śāntarakṣita.
Dalam aspek
membangkitkan Bodhicitta, membabarkan Tujuh Jenis Sebab Akibat dan
Tonglen (Dharma bertukar posisi antara diri sendiri dan makhluk lain).
Membabarkan Sastra Samgrahacarya, Sastra Penerangan Jalan, Sastra Membangkitkan Bodhicitta.
Lebih lanjut:
Hina-marga
– tidak mendambakan kesenangan duniawi, merenungi hidup-mati dan
ketidakkekalan, takut berbuat jahat dan jatuh ke alam menderita,
menjalankan sepuluh karma baik.
Madhya-marga – muak dengan 3
keberadaan (karmadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu), membangkitkan niat
meninggalkan duniawi, berlindung pada Empat Kebenaran Mulia dan Duabelas
Nidana, serta mencapai nidana.
Utama-marga -- membangkitkan
Bodhicitta, memberikan manfaatkan kepada insan untuk mencapai
kebuddhaan, Sadparamita (enam jalan menuju pantai seberang) dan Samgraha
(empat cara menarik insan belajar Buddhisme), serta mencapai hasil
kebuddhaan Mahayana.
Dewa Pohon berkata, “Kadampa, Gelugpa, Atisa,
Tsongkhapa, Mahaguru Lu, ini adalah serangkai japamala. Sehingga Anda
wajib mengulas tentang Sila, cepatlah pergi! Jangan lupa! Jangan lupa!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar