Lilin Dibakar pada Ujung dan Pangkal

Selama saya bertapa di Danau Daun, mungkin orang akan mengira bahwa kehidupan saya sangat egois dan dingin. Apa sebabnya saya terkesan sama sekali tidak menghiraukan urusan duniawi dan tidak peduli lagi dengan penderitaan para insan.

Bila mengenang masa lalu, pada masa saya menggelar konsultasi, setiap hari saya mendengarkan keluh-kesah orang lain, menggambar Fu, menjapa mantra, dan bersadhana; siang dan malam saya membanting tulang dan bekerja keras demi memecahkan masalah orang lain. Kadang-kadang saya meninjau fengshui di luar rumah dan pulang larut malam dalam kondisi fisik yang lelah.

Pada masa membabarkan Dharma, saya menjelajah ke seluruh dunia dan sepulangnya saya dari aktivitas pembabaran Dharma, saya bertanya pada Lama Biyan, "Bagaimana wajah saya?"

Lama Biyan berkata, "Wajah Anda tampak lesu!"

Saya mendapatkan jawaban yang sama setiap kali saya melontarkan pertanyaan yang sama.

Kenyataannya memang demikian, karena saya peduli dengan siswa-siswa saya. Setiap hal saya kerjakan sendiri, terutama gara-gara sifat saya yang perfeksionis, saya benar-benar telah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan seluruh insan.

Pada periode membabarkan Dharma dan konsultasi, saya tidak mempunyai waktu istirahat dan bersantai, bahkan hari Sabtu dan Minggu pun saya membaca surat, membalas surat, dan memberkati pula; asal tahu saja, bahkan tahun baru masehi dan imlek pun saya di kantor.

Terus terang, asalkan saya mempunyai waktu luang pada hari Minggu, saya masih harus melakukan homa atau puja api untuk para insan! Hanya karena para insan memohon kebahagiaan, keselamatan, penerangan, keberuntungan, doa terkabulkan, dan kesehatan.

Harapan dari para insan telah terkabulkan. Namun saya tidak ragu-ragu menghadapi bermacam kesulitan dan maut; tubuh saya ini memang hidup untuk para insan, tubuh saya dikorbankan untuk para insan.

Selama lebih dari 30 tahun saya membebaskan para insan, saya tidak mempunyai waktu senggang untuk menyenangkan diri sendiri. Selama lebih dari 30 tahun saya membebaskan para insan, saya juga tidak mempunyai waktu berendam air panas. Yang saya makan adalah makanan ala kadarnya. Saya juga seorang bhiksu pengelana, dan penjelajahan ke seluruh dunia saya juga dalam rangka berceramah Dharma di atas Dharmasana. Saya seratus persen mengorbankan jiwa dan raga saya demi para insan, setiap hari saya bersadhana menyelamatkan para insan.

Saat itu, seseorang mengira bahwa Mahaguru Lu bersedia menderita atas kemauan sendiri. Benar! Memang atas kemauan saya sendiri! Namun, tibanya masa penyepian, saya tidak seperti yang mereka bayangkan bahwa saya melakukannya demi kebaikan saya sendiri. Saya masih peduli dengan siswa-siswa saya, saya tidak sepenuhnya hidup demi diri saya sendiri.

Bila saya bersadhana pada siang hari, saya menyebutkan:

"Semoga Buddha dan Bodhisattva memberkati semua orang yang menulis surat ke Mandalasala Tantra!"

"Semoga semua orang yang memohon penyeberangan dibimbing ke Buddhaloka yang bersih."

"Semoga semua doa yang dipanjatkan terkabulkan."

...............

Saya bersadhana dan melimpahkan jasa, saya abaikan ego saya. Saya memberikan semuanya kepada orang lain. Saya belum tentu memperhatikan kerabat saya, namun saya juga memperhatikan semua orang yang berjodoh dan tidak berjodoh; walaupun sekarang ini hati manusia susah ditebak, namun, saya hanya peduli berkorban tanpa mengharapkan pamrih. Saya beranggapan bahwa semua manusia di kolong langit ini adalah orang baik dan mempunyai Buddhata. Saya tidak mengharapkan imbalan apa-apa. Semua sadhana yang saya tekuni adalah demi para insan.

Ketika saya tidur pun, roh saya keluar malam-malam. Di tengah samadhi, saya menyelamatkan manusia yang menderita. Saya memasuki mimpi siswa saya, tindakan saya ini murni adalah kasih sayang dan kepedulian. Saya masih tidak berhenti memberikan petunjuk, kepedulian, dan penyelamatan kepada mereka satu demi satu.

Dulu, konsultasi dan membabarkan Dharma ibarat lilin yang dibakar pada ujung dan pangkalnya! Sekarang, walau menyepi dan bertapa, namun tetap ibarat lilin yang dibakar pada ujung dan pangkalnya!

Saya bersikap baik terhadap semua siswa saya. Semuanya saya lakukan dengan menggunakan perasaan pengorbanan dan persembahan. Saya pikul semua penderitaan, sementara semua kebahagiaan buat orang lain. Saya sama sekali tidak merasakan hiburan dan kesenangan. Tindakan saya ini didasari atas keyakinan bahwa semua insan adalah Buddha. Saya sama sekali tidak akan mengabaikan para insan.

Manusia zaman sekarang ingin menghasilkan ego dalam hidup mereka. Sementara ego saya justru adalah para insan.

Terus terang saya katakan kepada Anda semua bahwa sekalipun saya telah memasuki nirvana, namun kesadaran asal (roh) saya masih di alam semesta. Saya mengubah kasih sayang yang tak terhingga menjadi kekuatan pemberkatan. Biarpun saya hidup maupun mangkat, seluruh waktu dan cahaya terang yang tak terhingga akan melindungi semua siswa selamanya!

Inilah ikrar paramita saya!

Tidak ada komentar: