Saya pernah melihat tiga ekor kera pahatan kayu di sebuah toko barang seni, ketiga ekor kera ini masing-masing mempunyai postur tersendiri. Kera pertama menutupi mata dengan kedua tangannya, kera kedua menutupi telinga dengan kedua tangannya, kera ketiga menutupi mulut dengan kedua tangannya.
Ketiga ekor kera ini melambangkan:
1. Jangan melihat hal-hal yang tidak berkenan. (Menutupi mata)
2. Jangan mendengar hal-hal yang tidak berkenan. (Menutupi telinga)
3. Jangan melontarkan hal-hal yang tidak berkenan. (Menutupi mulut)
Saya merasa menarik sekali.
Ini membuat saya mengasosiasikannya pada kutipan "Sutra Hati": "Tiada mata, telinga, hidung, lidah, jasmani, dan pikiran. Tiada rupa, suara, wewangian, rasa, sentuhan, dan dharma."
Lebih menarik lagi jika si pemahat dapat memahatkan postur:
Menutupi hidung.
Menutupi jasmani.
Menutupi pikiran.
Saya pikir menutupi hidung masih bisa dipahat, namun menutupi jasmani, menutupi pikiran, lebih sulit diwujudkan.
Seorang penekun "vijnanavada" biasanya menganjurkan "sunya di luar namun ada di dalam", fokus pada kata "vijnana/kesadaran".
Dari kesadaran pikiran, kesadaran telinga, kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran jasmani, kesadaran pikiran, selanjutnya memasuki kesadaran ketujuh "kesadaran manas" (indera pikiran), selanjutnya memasuki kesadaran kedelapan "kesadaran alaya" (Kesadaran Tathagatagarbha).
Ada orang yang menyuarakan telah mencapai "kesadaran Alaya".
Bahkan menyebutkan kesadaran kesembilan "kesadaran tanpa kotoran".
Bahkan menyebutkan kesadaran kesepuluh "kesadaran bersih".
Semua adalah nama lain dari kesadaran kedelapan.
Orang tersebut menyuarakan dirinya adalah seorang yang telah mencapai "pencerahan", kemudian mengecam penekun aliran lain dengan mengatakan bahwa semuanya belum mencapai pencerahan, semuanya salah.
Apalagi mengecam:
" Prasangika-Madhyamika."
Sepengetahuan saya, penekun Agama Buddha terdiri dari:
Aliran Madhyamika (Prasangika, Svatantrika)
Aliran Vijnanavada.
Aliran Sautrantika.
Dan lain sebagainya.
Terus terang, saya pribadi juga telah menyaksikan "kesadaran alaya", saya menyaksikan satu per satu penguasa inti kesadaran kedelapan, menerima lima Dharma, tiga jenis jati diri, tujuh jenis kebenaran utama, tujuh jenis sifat jati diri, dua jenis Dharma tiada inti.
Menurut saya pribadi, menyaksikan "kesadaran alaya" tidak ada hebatnya.
Menyaksikan "kesadaran alaya" belum dianggap mencapai pencerahan.
Yang disebutkan di dalam Sutra Hati:
"Tiada mata, telinga, hidung, lidah, jasmani, dan pikiran."
Menekuni lewat "pikiran", "kesadaran alaya" hanya dapat dikatakan "mendekati" pencerahan saja.
Orang tersebut mengecam:
Penekun Aliran Zen, yang "memahami hati" banyak, yang "menyaksikan Buddhata" sedikit.
Saya pribadi punya sebuah pertanyaan:
"Berani-beraninya Anda yakin bahwa yang memahami hati banyak, yang menyaksikan Buddhata sedikit. Memangnya hanya aliran Vijnanavada yang merupakan kebenaran tertinggi?"
Saya pribadi berasumsi:
Belajar Agama Buddha. (agantu)
Buddhisme. (agantu)
Madhyamika. (agantu)
Vijnanavada. (agantu)
Sautrantika. (agantu)
Semua pengetahuan dan kebijaksanaan di dunia ini adalah agantu, seluruh Tripitaka dan 12 tipe kitab suci adalah agantu, ketika Anda meninggalkan semua agantu, dan menemukan hanya kemudahan saja.
Barulah dianggap "mencapai pencerahan", mengertikah Anda penjelasan saya ini?
(Di sinilah kebenaran dari sabda Sang Buddha bahwa Beliau tidak pernah bersabda satu kata pun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar