SEDERAJAT SEDERAJAT SEDERAJAT SEDERAJAT

Sederajat Sederajat Sederajat Sederajat Sederajat

Saya menulis judul ini dengan lima kali kata "sederajat". Maksud saya adalah memuji:

Vairocana Tathagata tak terbayangkan.
Aksobya Tathagata tak terbayangkan.
Ratnasambhava Tathagata tak terbayangkan.
Amitabha Tathagata tak terbayangkan.
Amoghasiddhi Tathagata tak terbayangkan.

Inilah kelima kebijaksanaan, yaitu Kebijaksanaan Dharmadhatu, Kebijaksanaan Laksana Cermin Besar, Kebijaksanaan Sederajat, Kebijaksanaan Pengamatan Mulia, Kebijaksanaan Kesempurnaan atas Segalanya.

Kelima kebijaksanaan ini adalah lima macam pencerahan:

"Bersih".

"Vajra".

"Solidaritas".

"Dharma".

"Karma".

Hasilnya adalah:

Sederajat atas bersih yang tak terbayangkan.

Sederajat atas vajra yang tak terbayangkan.

Sederajat atas solidaritas yang tak terbayangkan.

Sederajat atas Dharma yang tak terbayangkan.

Sederajat atas karma yang tak terbayangkan.

Semua insan pada dasarnya adalah bersih, semua insan mutlak tidak rusak, semua insan memiliki solidaritas yang bernilai sama, sifat dasar dari semua insan pada dasarnya adalah sederajat, semua insan pada dasarnya adalah satu.

Inilah yang saya cerahi:

"Bersih, Vajra, Solidaritas, Dharma, dan Karma."

Terakhir adalah:

Semua perbedaan, pada dasarnya tiada perbedaan.

Inilah pencerahan absolut.

Saya teringat mengapa Vairocana Tathagata membentuk Mudra Kepal Prajna.

Tangan kiri dikepalkan, hanya jari telunjuk yang dijulurkan.

Kelima jari tangan kanan membungkus jari telunjuk, ibu jari menekan ujung jari telunjuk tangan kiri.

Kedua tangan saling menyatu.

Inilah saling sederajat, sederajat, sederajat, sederajat, sederajat.

Saya menulis demikian, siswa yang bijaksana seharusnya mengerti sangat jelas, namun, siswa yang bodoh mungkin masih tidak tahu duduk permasalahannya!

Aduh! Bagaimana saya harus menjelaskannya!

Guru Zen Benkong mempunyai sebuah gatha, dengarkanlah secara saksama:

"Hati adalah wujud dari sifat, sifat adalah fungsi dari hati.

Hati dan sifat adalah sama, siapa lain siapa pula sama?

Terbuai dengan sumber dari luar, sehingga sulit memahami.

Dulu-sekarang awam-suci, bagaikan mimpi dan ilusi."

Saya membimbing seorang sadhaka dengan memakai hidung.

Saya bertanya pada si bhiksu:

"Apa gunanya hidung Anda?"

"Untuk mencium."

"Jika Anda tutupi hidung Anda dengan tangan, apakah wewangian tersebut ada?"

"Hidung saya tidak dapat menciumnya."

Saya bertanya:

"Apakah wewangian tersebut ada?"

Jawab:

"Tetap ada."

Saya berkata, biar bagaimana pun, ada hidung atau tidak, bisa mencium atau tidak, wewangian tetap ada.

Sekali lagi saya ingatkan, entah apa yang kalian cerahi? Silahkan tulis sebuah skripsi: "Apa itu perbedaaan? Apa itu bukan perbedaan?"

Tidak ada komentar: