Lagipula Bukan Rumah Saya

Ada sebuah cerita lucu, seorang anak duduk bermain di depan sebuah rumah. Ada seorang pria setengah baya menghampirinya dan bertanya, "Apakah ayahmu ada di rumah?"

Si anak menjawab, "Ya."

Kemudian, si pria setengah baya pun tekan bel, tekan lama sekali, tidak ada orang buka pintu.

Si pria pun sangat marah dan bertanya pada si anak, "Mengapa ayahmu tidak buka pintu?"

Si anak menjawab, "Mana saya tahu, lagipula ini bukan rumah saya, rumah saya di sebelah."

(Petunjuk Mahaguru Lu, saya sering memberitahu siswa mulia, entah di mana kampung halaman? Saya menetap di Taiwan 38 tahun, menetap di Amerika 30 tahun, bahkan pindah rumah ke mana-mana, di mana rumah saya sebenarnya? Di mana kampung halaman saya sebenarnya?)

Direnungkan lebih jauh dan dalam lagi, tubuh saya, apakah benar tubuh saya?

Anak-anak.
Remaja.
Setengah baya.
Lanjut usia.

Citra terus berubah, wajah, tubuh, 4 anggota badan pun berubah, sekarang saya sudah menjadi "manula", apakah tubuh saya adalah milik saya? Bisakah saya bebas menentukan sendiri? Lagipula itu bukan tubuh saya lagi?

Pada hakikatnya, "Arti utama dari Buddhadharma ada di dalamnya."

*

Kediaman Wei, Bhiksu Dajue, setelah mengunjungi "Guru Zen Linji Yixuan" dan mendapatkan "arti muskil".

Bhiksu bertanya, "Apa itu tubuh asal?"

Dajue menjawab, "Kepala berbantalkan Gunung Heng, kaki menginjak Gunung Bei."
(Jawaban jitu ini memang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.)

Bhiksu bertanya, "Apa itu arti utama dari Buddhadharma?"

Dajue menjawab, "Kuda bagus tidak perlu dilecut, mendengar bisikan tahu maksud manusia."
(Bukankah masih samar-samar, di dalamnya ada sesuatu, kata-katanya tidak mengena)

Bhiksu bertanya, "Apa itu melindungi pusaka kerajaan."

Dajue menjawab, "Tembus ke telinga pun dijual."
(Tidak jual, semua orang memilikinya.)

Bhiksu bertanya, "Bagaimana rumput wangi sebelum tumbuh?"

Dajue menjawab, "Mencium keretakan otak."

Bhiksu bertanya, "Bagaimana setelah tumbuh?"

Dajue menjawab, "Keretakan otak."
(Jawaban ini menarik, semua sama, sebelum mencapai pencerahan, sesudah mencapai pencerahan, tidak ada yang beda)

Bhiksu bertanya, "Apa arti guru sesepuh datang dari barat?"

Dajue menjawab, "Di perempatan jalan menatap langit dan berdoa."
(Kata-kata ini benar-benar sangat menakjubkan, bisa merenungkan "menatap langit dan berdoa", maka kita pun memahami hati dan mencerahi Buddhata)

Bhiksu bertanya, "Bagaimana saat mondar-mandir?"

Dajue menjawab, "Angin menerbangkan biji willow berbulu."

Bhiksu bertanya, "Bagaimana saat tidak datang maupun pergi?"

Dajue menjawab, "Menunjuk langit di tiga puncak Gunung Hua."
(Saya senang sekali, satu bergerak satu diam, satu jodoh satu sempurna, jawabannya terlalu sempurna)

Tidak ada komentar: