Meramalkan Masa Depan

Di Tantra, ada seorang dewi yang paling terkenal dalam meramalkan masa depan, dewi ini menduduki suatu posisi di surga, dewi yang mulia ini adalah "Palden Lhamo".

Palden Lhamo juga disebut "Laksmi", ayahnya adalah "Pancika", ibunya adalah "Hariti", Ia adalah adik dari "Dewa Vaisravana".

"Suvarna-prabhasa-(uttama)-sutra" tercatat: "Bab Laksmi".

"Usnisa-vijaya-raja-sutra" tercatat: "Bab Dewi Mahashri".

"Mahālaksmī" dan "ārya-śrī-Mahādevī-vyākarana" juga mencatatnya.

Wujudnya:

"Bertubuh tegak, berwarna merah dan putih, dihiasi gelang dan anting dari batu berharga, mengenakan jubah surgawi dan mahkota pusaka. Tangan kiri Dewi Mahashri memegang permata pengabul kehendak, tangan kanan membentuk abhaya mantra, berdiri di atas teratai."

Di "Arama Nanshan" saya mempersemayamkan satu pratima Dewi Mahashri, setiap hari saya menjapa mantra-Nya.

"OM. MOHESHILIYE. SUOHA."

*

Ketika saya bertemu dengan penguasa neraka "Raja Yama".

Saya bertanya pada Raja Yama, "Walaupun saya tahu asal usul saya sendiri adalah Buddha Amitabha, namun, saya tetap ingin sekali tahu ramalan masa depan saya sendiri."

Raja Yama terbahak-bahak, "Mengapa tidak bertanya pada Dewa Mahashri, ramalannya nomor satu."

Raja Yama berpkir sejenak, melanjutkan, "Mahaguru Lu, Anda lupa! Bukankah Anda sendiri meramalkan masa depan orang lain? Mengapa Anda tidak meramalkan masa depan Anda sendiri?"

Saya merasa tercengang, benar, saya adalah Sheng-yen Lu yang nomor satu dalam meramal, dulu, sehari meramal 300 orang, segera memutuskan mujur atau malang seseorang, dan hasilnya tepat sekali.

Dan sekarang, saya malah ingin mengetahui masa depan saya sendiri, tidak meramal sendiri, tapi ingin diramal oleh Dewi Mahashri, bukankah itu lelucon terlucu di dunia ini?

Saya bertanya pada Raja Yama, "Saya tidak ingin meramal lagi, saya hanya ingin tahu masa depan ketiga kuntum teratai besar."

(Ketiga kuntum teratai besar paling saya kuatirkan)

Raja Yama berkata, "Tenang saja, tahukah Anda siapa yang dulu pernah masuk ke neraka?"

"Siapa?"

"Buddha Sakyamuni pernah masuk ke neraka, bahkan bertumimbal lahir ke alam hewan, contohnya menjadi raja singa, raja rusa, dan raja monyet. Buddha Sakyamuni melanggar sila pembunuhan, melanggar sila berzinah. Banyak Bodhisattva pernah turun ke neraka, bahkan bhiksu dhyana keempat pun masuk ke neraka. Ketiga teratai besar dari suku teratai Anda, juga tidak perlu terlalu dikuatirkan."

Saya berkata, "Benar. Benar."

Raja Yama berkata, "Anda ingin melihat masa depan Anda sendiri, bukankah Anda memiliki "Kitab Langit" pemberian Bodhisattva Maitreya, mengapa tidak dilhat saja?"

"Benar juga ya, benar-benar tidak terpikir oleh saya!"

Saya telah melihat "Kitab Langit", yang membuat saya terkejut adalah:

"Kosong."

Kosong, kosong, kosong, kosong, kosong.

Saya tercerahkan.

Raja Yama tertawa, Raja Yama memberitahu saya sebuah kisah:

Dulu ada seorang bhiksu Sangha, suka membaca "Saddharma Pundarika Sutra".

Begitu membaca kalimat 「諸法從本來,常自寂滅相」(Zhu fa cong ben lai, chang zi ji mie xiang = semua Dharma berasal dari dasar, senantiasa berada dalam wujud nirvana diri), tiba-tiba bingung.

Si bhiksu merenungkan 「諸法從本來,常自寂滅相」, bahkan berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring pun memikirkan kalimat yang satu ini, memikirkan dan terus memikirkan, sama sekali tidak ada titik terang.

Tiba-tiba datang musim semi, mendengar suara kicauan kepodang di ujung ranting, ia barulah cerah seketika.

Si bhiksu menulis sebuah gatha:

諸法從本來。 Zhu fa cong ben lai. (Semua Dharma berasal dari dasar.)
常自寂滅相: Chang zi ji mie xiang: (Senatiasa berada dalam wujud nirvana diri:)
春至百花開。 Chun zhi bai hua kai. (Musim semi datang ratusan bunga bermekaran.)
黃鶯啼柳上。 Huang ying di liu shang. (Kepodang berkicau di atas ranting willow.)

Raja Yama berkata pada saya, "Anda melihat "Kitab Langit" Anda, alhasil kosong, Anda pasti sudah cerah, apa itu mujur? Apa itu malang?"

Saya menjawab, "Cerah! Cerah!"

Raja Yama berkata, "Sekarang, semua fitnah di bumi ini hanya kicauan kepodang saja!"

Saya menjawab, "Cerah! Cerah!"

"Mahaguru Lu, Anda lihat siapa saya Raja Yama?"

Sekali saya melihat, saya terperanjat, ternyata Raja Yama adalah penjelmaan dari Bodhisattva Ksitigarbha.

"Mengapa justru Anda?"

"Walau menampakkan wujud yang biasa, namun justru keliru melihat," ujar Bodhisattva Ksitigarbha.

Sajak berbunyi:

Mana ada mujur dan malang.
Ternyata kosong belaka.
Semua Dharma berasal dari dasar.
Cukuplah untuk berbesar hati.

Tidak ada komentar: