Lingkaran Utpada dan Nirodha

Saya sering menghela nafas merenungkan bahwa segala sesuatu di dunia merupakan lingkaran utpada dan nirodha ( timbul dan tenggelam, lahir dan mati ) . Sesungguhnya tiada benda apapun yang dapat benar-benar dimiliki oleh manusia.

Oleh karena itu manusia hendaknya benar-benar berusaha memahami makna anitya ( ketidakkekalan ).
  
Kita sering menyaksikan hari ini jelas-jelas orang itu masih nampak sehat dan penuh semangat, sedangkan keesokan harinya mendadak dia telah meninggal dunia.

Kita belajar dari gatha ini :

Menyaksikan kematian orang lain.
Hati memanas bagai api.
Bukan memanasi orang lain.
Melainkan kapankah ajal menjemputku.

Setelah meninggal dunia, bukankah semuanya akan kosong ? Bukankah semua akan menjadi tiada ?

Melihat orang mendirikan gedung megah.
Melihat gedungnya rubuh. 

Inilah : “Oh ! Semesta anitya, bagai ilusi dan sangat rapuh, sekalipun pahala memenuhi triloka, semua akan porak-poranda ditiup angin ketidakkekalan.”

Pepatah mengatakan :
“Saat Yamaraja telah menetapkan seseorang harus mati di tengah malam, mana mungkin dapat hidup hingga subuh.”
  
Anitya datang terlampau cepat.




Saya membaca Yuktisastika-karika, di dalamnya ada satu kalimat :
“Ajaran mengenai utpada dan nirodha, dibabarkan sesuai kebutuhan, sebab dengan mengetahui adanya utpada maka pasti ada nirodha, mengetahui nirodha maka memahami anitya, dengan memahami sifat anitya, maka dapat memahami Samyak-dharma.”
  
Oleh karena itu panca-skandha adalah sunya :


Rupa-skandha bagaikan kumpulan buih.
Vedana-skandha bagai gelembung.
Samjna-skandha bagai sinar mentari.  
Samskara-skandha bagai pohon karika yang rapuh.
Vijnana-skandha bagai ilusi.  
  
‘Buih, gelembung, sinar, karika dan ilusi’ semua merupakan fenomena kesementaraan, timbul tenggelam sesuai pratyaya, oleh karena itu semuanya sunya.
  


Ada orang yang sering menanyakan :
“Buddha Hidup Lian-sheng Sheng-yen Lu, mengapa dalam buku Anda sering mengulas perihal ‘Tidak masalah’, apa sebabnya Anda demikian menyukai ‘Tidak masalah’ ini ?”
  
Dalam buku saya menuliskan :

Saya dimaki, tidak masalah.
Saya diserang, tidak masalah.
Saya dibunuh, tidak masalah.

Zhenfo Zong hancur, tidak masalah.
Diremehkan para insan, tidak masalah.
Tidak punya apa-apa, tidak masalah.

Kelak saya akan menggubah sebuah lagu berjudul : Tidak Masalah.

Mengapa saya menyukai kata : ‘Tidak masalah’.

Saya beritahu Anda sekalian, saya benar-benar telah terbebaskan dari klesa, sudah tidak melekati lahir dan mati, saya adalah orang yang telah menembusi Sifat Diri Tiada Atribut, memahami segala sesuatu yang berkondisi tidaklah kekal, memperoleh vimukti-marga sejati, alamiah, bahagia bagai Dewa Rsi.

Saya adalah anitya.
Saya adalah anatman.

Karena anatman, maka tiada yang diperoleh-pun tiada kehilangan, tentu saja segala sesuatu ‘tidak masalah’.



‘Jalan pembebasan sejati adalah menembusi : Manusya dharma asvabhava.’

Kalimat ini sangat penting.

Lingkaran anitya utpada dan niroda dapat dikatakan adalah mencapai Pencerahan melalui metode upaya kausalya jalan pembebasan sejati, oleh karena itu perlu untuk setiap saat menggunakan anitya untuk mengingatkan sadhaka, demi melebur dalam anatman.
  
Pembebasan dari klesa adalah :

Anitya.
Segala sesuatu adalah sunya.
Anatman.

Saya mengajari semua untuk sering melafal :

Segala sesuatu yang kuat pasti akan melemah, yang berkumpul akan berpisah, masa-masa muda yang kuat tidak akan bertahan lama, yang nampak sehat juga akan merosot karena sakit penyakit. ( Maha-parinirvana-sutra )

Saya mengatakan :

Ada lahir pasti ada mati.
Ada perjumpaan pasti ada perpisahan.
Ada perolehan pasti ada kehilangan.
Segala sesuatu tidaklah kekal.
  

Tidak ada komentar: