Zaman Kaisar Liang dari Dinasti Wu, sekitar
lebih dari 1400 tahun yang lalu. Kaisar Liang adalah penganut Agama
Buddha yang paling taat, dijuluki Foxin Tianzi.
Bhiksu Zhigong saat itu adalah seorang bhiksu tingkat tinggi.
Bodhidharma bertemu Kaisar Liang.
Nidana tidak cocok.
Bodhidharma
meninggalkan Kaisar Liang, sungguh disayangkan. Namun, Kaisar Liang
berkata, "Tidak apa-apa, kita ada Bhiksu Zhigong."
Bhiksu Zhigong
suatu kali menghadiri perjamuan yang diadakan dermawan besar, karena
dermawan besar melahirkan seorang putra. Perjamuan ulang tahun sebulan
sedang berlangsung.
Bhiksu Zhigong begitu melihat bayi ini, tanpa
menjelaskan apapun, menggendongnya lalu pergi, dermawan besar dan
sahabat-sahabatnya mengejar.
Bhiksu Zhigong melempar bayi ke sungai yang berarus deras.
Bayi tenggelam di dalam sungai, mati tenggelam.
Dermawan besar teriak, "Bhiksu, Anda sudah gila!"
Sahabat-sahabatnya marah.
Bhiksu Zhigong berkata, "Kalian lihatlah, setelah itu kalian boleh marah!"
Seketika,
di atas sungai muncul sesosok hantu ganas yang berwajah sangat
mengerikan, berkoar pada Bhiksu Zhigong, "Zhigong, Anda telah merusak
rencana saya, dalam nidana kehidupan lampau, dermawan besar adalah musuh
saya. Saya lahir di keluarganya untuk menghabiskan kekayaannya, agar
keluarganya hancur, saya datang membalas dendam, hari ini bagaimana Anda
membalaskan dendam saya?"
Bhiksu Zhigong menjawab dengan santai,
"Amitabha, janganlah memusuhi, saling balas dendam, kapan akan berakhir.
Saya akan bebaskan Anda dari penderitaan, Anda bertobat dan masuk Agama
Buddha, saya bawa Anda ke alam yang lebih baik."
Setan ganas itu
mengetahui bahwa Zhigong adalah bhiksu tingkat tinggi yang telah
mencapai pencerahan, merupakan orang bijak, akhirnya mendengarkan
nasihat Zhigong dan pergi mengikuti arahannya.
Dermawan besar saat itu baru memahami, "Tindakan Zhigong adalah baik."
Jika anak dibiarkan hidup, kelak akan menggenaskan!
Saya berkata:
Zaman kuno, Bhiksu Zhigong berbuat seperti itu, masih diperkenankan.
Zaman sekarang, tidak diperkenankan. (masalah hukum)
Zaman
sekarang, orang yang melahirkan putra putri, ada yang membahagiakan,
namun ada yang menyedihkan, karena tidak tahu si anak datang menagih
utang atau balas budi?
Biasanya, hidup-mati dan tumimbal lahir,
perputaran sebab akibat, perubahannya saya ibaratkan sebagai awan,
perubahannya sangat tidak terbayangkan, siapa tahu awan itu
berubah-ubah.
Datang tidak ada yang tahu.
Pergi tidak ada yang tahu.
Sebab akibat ibarat awan, sulit diperkirakan.
Benih kebajikan dan kejahatan, sebanyak pasir di Sungai Gangga, jumlahnya tidak terkira, juga tidak terhitung.
Sehingga nasib manusia, mujur-malang, berkah-bencana, sulit dipahami.
Laozi berkata, "Semua manusia banting tulang demi keuntungan." Semua insan demi keuntungan.
Oleh
karena itu, satu pihak diuntungkan, pihak lain dirugikan, sehingga
timbul perselisihan dan dendam, permusuhan dan balas dendam, silih
berganti.
Banyak orang yang mencari keuntungan.
TIdak sedikit orang yang menagih utang.
Begitulah permusuhan pada umumnya.
Dulu.
Ananda berkata, "Saya memahami sebab akibat!"
Sang Buddha berkata, "Masih kepagian!"
Jika saya berkata, "Saya adalah orang bijak!"
Entah bagaimana jawaban Sang Buddha?
Jika sebab akibat seperti awan yang berubah-ubah, coba dipikirkan, insan di dunia ini, siapa dapat menduganya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar