Bhiksu bertanya pada Mahaguru Lu, "Dulu Buddha Sakyamuni mempercayakan
Dharmakosa mata sejati kepada Mahakasyapa, hari ini, kepada siapa
Mahaguru Lu akan percayakan?"
Saya menjawab, "kepada siapa saya ungkapkan?"
Bhiksu bertanya, "Ungkapkan kepada siswa tertinggi!"
Saya menjawab, "Siapa bukan siswa tertinggi?"
Bhiksu bertanya, "Kalau begitu semua orang adalah siswa tertinggi!"
Saya menjawab, "Siapa semua orang?" (Kebenaran pertama)
*
Akhir-akhir
ini, ada dua siswa meninggal dunia, keduanya mengidap kanker, satu
kanker otak, satu lagi kanker limpa, keduanya masih sangat muda, tidak
terlalu tua, kanker tiba-tiba datang, malah pengidapnya cepat sekali
meninggal dunia.
Saya sedih sekali.
Saya merenung, mengapa
saya yang memiliki pengetahuan Buddhadharma tak bertepi, Dharmabala
kuat, mantra dan ilmu yoga tinggi, malah tidak dapat menyembuhkan.
Tepat ketika saya sedang menderita.
Buddha Amitabha turun. Begitu tangan besar-Nya berlambai.
Saya melihat:
Siswa yang meninggal dunia, mengenakan jubah kayangan, minum amrta langit, menunggang kereta awan, tinggal di istana emas....
Aura siswa yang meninggal dunia bersinar terang-benderang.
Namun,
saat saya bertemu keluarga duka, saya bergumam tanpa dapat melontarkan
sepatah kata pun, apa yang harus saya katakan pada mereka?
Saya hanya bisa menemani mereka meneteskan air mata.
Menatap mereka, "kepada siapa saya ungkapkan?"
Satu
pertanyaan dari Mahaguru Lu, "Kepada siapa saya ungkapkan?" Satu
pertanyaan lagi, "Siapa semua orang?" Telah mengungkapkan seluruh
rahasia "petunjuk muskil".
Saya bertanya:
"Siapa yang ada di dunia ini?"
"Siapa semua orang?"
Siswa mulia, renungkanlah, renungkan dan ketahui sebab musababnya, maka "petunjuk muskil" pun ada di depan Anda.
Lebih lanjut:
Saya
tidak pernah berdusta, jelas-jelas penderita kanker, telah tiba di alam
suci Sukhavatiloka Barat, segalanya adalah kebahagiaan tertinggi.
Mengapa kata-kata sejujur itu malah tidak berani diungkapkan kepada keluarganya, mengapa? Mengapa?
Siswa mulia, mengertikah Anda hati Mahaguru Lu?
Di bawah kebenaran pertama.
"Kepada siapa saya ungkapkan?"
*
Guru
Kerajaan Deshao berkata, "Saya punya sepatah kata, langit dan bumi.
Jika manusia tidak mengerti, sungai hijau dan gunung biru. Lantas, buat
apa sepatah prinsip, orang zaman dulu mesti mengungkapkan baru akan
mengerti, jika menamakan kata-kata tersebut, sebelum kata-kata tersebut
ada, siapa akan mengerti."
(Kepada siapa saya ungkapkan)
Saya akhirnya mengerti:
Kata-kata tidak dapat mengungkapkan kebenaran.
Hati dan perilaku memadamkan fungsi.
Guru
Kerajaan Deshao berkata, "Ibarat alam semesta, matahari terang dan awan
gelap, ibu pertiwi, seluruh dunia yang berkondisi, semua terlihat
jelas, bahkan yang tidak berkondisi pun seperti itu juga. Bhagavan
mempercayakan, hingga kini, tidak ada perbedaan sedikit pun, lantas,
kepada siapa saya percayakan?"
Saya bertanya:
Apakah Sang Buddha mempercayakan pada Mahakasyapa? Ataukah Mahakasyapa mencerahinya sendiri?
Saya berkata:
Hati
memang adalah hati. Hati ini tidak ada kesan pikiran. Ada kesan pikiran
maka ada hati ini. Tidak ada hati maka tidak ada kesan pikiran.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar