Seseorang bertanya, "Jika ada homoseksual ingin memohon pemberkatan pernikahan dalam upacara, akankah Mahaguru menyetujuinya?"
Lebih lanjut, "Di dalam peraturan Buddha, homoseksual tergolong perzinahan sesama jenis, namun Buddhadharma itu setara, jika mereka homoseksual dari lahir, apakah mereka melanggar sila perzinahan sesama jenis?"
Lebih lanjut, "Akankah Mahaguru menerima homoseksual menjadi bhiksu/ni?"
Lebih lanjut, "Akankah Mahaguru membiarkan homoseksual menjadi acarya?"
Saya menjawab:
Pada zaman dulu, Buddha Sakyamuni sangat keras menetapkan peraturan Buddha mengenai "hubungan intim yang benar". Malah, "hubungan intim yang benar" hanya dimiliki oleh upasaka dan upasika, bhiksu dan bhiksuni yang sudah meninggalkan keduniawian dilarang keras kata "hubungan intim".
Peraturannya adalah:
Tidak diperkenankan dengan orang yang salah -- suami istri baru boleh.
Tidak diperkenankan pada waktu yang salah -- malam baru boleh.
Tidak diperkenankan di tempat yang salah -- ranjang baru boleh.
Tidak diperkenankan menggunakan benda yang salah -- tidak boleh menggunakan peralatan seks (alat bantu seks).
Lebih keras lagi dikatakan:
Hari ulangtahun Buddha Bodhisattva, hari puasa, angin kencang, hujan lebat, gerhana matahari, gerhana bulan..... Semua dilarang.
Di dalam gunung, di dalam air, di bawah cahaya matahari, di bawah cahaya bulan, di bawah cahaya bintang, di hutan, di goa, di lantai, di kursi, di meja.......Semua dilarang, ada lagi di depan Buddha, di belakang Buddha, di depan dewa, di belakang dewa, semua dibatasi secara keras.
Selain suami istri, semua dilarang. Hewan pun tidak boleh.
Tidak boleh menggunakan alat palsu, tidak boleh menggunakan mulut, tidak boleh menggunakan tangan, semua alat bantu seks dilarang.
(Obat-obatan pun tidak diperkenankan)
Boneka balon tidak diperkenankan.
Pokoknya, batasan dalam "hubungan intim yang benar" sebanyak bulu sapi, apalagi "perzinahan", sama sekali tidak diperkenankan.
Bahkan, Anda tidak melakukan pun, menggunakan pikiran juga dibatasi, juga telah melanggar "Sila Perzinahan" secara pikiran.
Malah, ada yang berkata:
Selain "gaya yang benar", gaya lainnya juga dilarang.
Gaya yang benar adalah "naga terbalik".
Langkah macan, kepalan kera, angsa terbang, kura-kura menempel, ikan menyambung sisik, kelinci menggigit bulu, bangau menyilang betis, berbalik kiri kanan.
(Di atas adalah 9 gaya Mingfei (pasangan wanita dalam latihan yab-yum), lewat 9 gaya ini berubah menjadi 18 gaya, 36 gaya, 72 gaya....)
Namun,
Peraturan Buddha hanya boleh menggunakan "gaya yang benar".
Jika menaati peraturan Buddha secara keras, boleh dikatakan, sedikit nafsu pun tidak bisa timbul lagi!
Maksud Sang Buddha adalah:
"Sekalian tidak melakukan sama sekali, makanya peraturan dibuat sebanyak itu!"
*
Namun, zaman telah berubah, berdasarkan teori "Buddhata", melihat banyak insan, insan bervariasi. Homoseksual adalah produk zaman, berdiri di posisi Buddhata, saya beranggapan:
Mahaguru Lu akan memberkati pernikahan homoseksual, asalkan ada "cinta sejati", maka boleh-boleh saja.
Homoseksual, hanya "sesama jenis", yakni "sejenis", saya tetap setuju, asalkan ada "cinta sejati", maka boleh-boleh saja.
Homoseksual, boleh menjadi bhiksu/ni, karena semua insan yang berperasaan memiliki "Buddhata", saya boleh mengupasampadanya.
Homoseksual, berkeyakinan teguh, sangat tekun, tatacara terlatih, membangkitkan Bodhicitta, menjadi bhiksu/ni dan mencapai keberhasilan, tentu saja Vajracarya.
Saya beranggapan:
Peraturan Buddha sebaiknya jangan diabaikan.
Namun, saat latar belakang zaman yang berbeda sama sekali, boleh-boleh saja ditoleransi.
Yang namanya, "orang miskin mengubah jalan pikirannya, maka pikirannya pun menjadi terbuka."
Saya berdiri pada posisi semua insan memiliki "Buddhata", homoseksual juga memiliki "Buddhata".
Jadi, boleh-boleh saja!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar