Lima tahun saya hidup bertapa di Danau Daun. Selama lima tahun ini, tiada hentinya setiap hari saya menekuni sadhana, membaca sutra, menjapa mantra, dan bermeditasi. Demikian pula aktivitas tulis-menulis, satu hari satu naskah tak pernah kuhentikan.
Suatu hari, saat saya berada di ruang altar, terdengar suara orang berteriak, "Mahaguru! Tolong! Kebakaran!"
Saya perhatikan sekeliling ruangan, tak terlihat ada siapa-siapa.
Suara datang dari kejauhan, dan ternyata sampai di telingaku.
Tanpa berpikir panjang, saya segera membentuk Mudra Vajraprakara dan mengarahkannya ke udara.
Vajraprakara ini berbentuk segi empat. Di atasnya kuperkuat dengan Vajrapanjara, dan di bawahnya kubangun lagi sebuah Vajrabumi.
Demikianlah dengan tepat telah memberi simabandhana pada sebuah rumah. Meskipun diriku berada di kejauhan ribuan kilometer, saya tetap memberikan perlindungan simabandhana untuk rumah umat dari jarak jauh.
Selesai berbuat semua itu, hal ini pun sudah kulupakan.
Di kemudian hari, saya baru tahu bahwa telah terjadi kebakaran di sebuah kompleks pertokoan. Salah satu toko di sana adalah milik seorang umat Zhenfo Zong. Ruko umat itu ada di sebelah kiri ruko yang mulai terbakar. Api menjalar ke arah kiri, kelihatannya sudah akan mendekati ruko milik umat itu. Besarnya kobaran api yang dibarengi hembusan angin kencang, sungguh sulit dipadamkan.
Umat yang bernama Lianhua Shaowen itu menyaksikan enam ruko di tetangga sebelah kanannya sudah dilahap si jago merah, hatinya sangat panik.
Maka, berteriaklah ia, "Mahaguru! Tolong! Kebakaran!"
Tak disangka, suara itu terdengar olehku di kejauhan.
Waktu itu, jilatan lidah api sudah mulai mendesak ke ruko Lianhua Shaowen, demikian pula bola api pun mulai menyambar ke arah rukonya.
Dalam waktu singkat, daun pintu dan daun jendela pun sudah mulai gosong terkena pijaran api. Tamatlah sudah semuanya!
Hampir saja Lianhua Shaowen jatuh pingsan, begitu pula tak seorang pun tetangganya yang tidak dicekam rasa risau dan rasa takut.
Dan pada saat itulah, bola api seakan meloncat melewati ruko milik Lianhua Shaowen terjatuh di ruko sebelah kirinya. Satu demi satu roko sebelah kiri pun mulai terbakar.
Sungguh sebuah kejadian yang aneh.
Rumah Lianhua Shaowen seakan terlindungi oleh sesuatu. Bola api yang sudah mendekat ternyata melompat dan menjauh. Seakan berkaki, bola api mampu melompat. Satu-satunya yang tidak kebakaran hanyalah ruko milik Lianhua Shaowen. Bahkan kobaran api pun seakan memadam dengan sendirinya saat menjilat sisi bangunan ruko Lianhua Shaowen. Sungguh aneh!
Tak lama kemudian, ambulan dan armada pemadam kebakaran pun tiba di lokasi.
Mereka segera memadamkan api yang ada di sebelah kanan, lalu menjinakkan si jago merah yang sedang mengamuk di sebelah kiri.
Setelah diselidiki:
Ruko sebelah kanan yang terbakar sebanyak 6 unit, dan yang sebelah kiri sebanyak 3 unit.
Sedangkan, ruko milik Lianhua Shaowen sama sekali tak tersentuh oleh api. Genteng saja masih utuh, tampak masih kokoh. Hal ini membuat tetangga terheran-heran, dan petugas pemadam kebakaran pun merasa aneh.
Lianhua Shaowen sempat mengirim sepucuk surat ucapan terima kasih ke Mandalasala Satya Buddha.
Dalam balasan surat saya tuliskan sebuah syair, sebagai berikut:
Kobaran api sungguh mengejutkan
Upaya pemandaman selalu terlambat
Sungguh sebuah derita rakyat jelata
Tak ada yang mengenal dewa penyelamat
Membentuk mudra melakukan simabandhana
Dewa api mengamuk
Menyisakan satu rumah
Adakah Para Buddha berada di balik awan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar