Seekor Kupu-kupu dan Dua Ekor Burung

Tahun itu, sehari sebelum tanggal 10 bulan 2 penanggalan lunar.
Di dalam Samadhi, saya bertemu Trini Arya muncul, di tengah Tathagata Amitabha, bertubuh merah, mengenakan kasaya warna ungu keemasan, memancarkan cahaya tanpa batas, berdiri agung di atas teratai.
Sebelah kanan adalah Bodhisattva Avalokitesvara yang berjubah putih, tangan kiri memegang botol suci, tangan kanan memegang ranting willow, berjubah surgawi putih berlapis-lapis, cahaya kepala, cahaya punggung, cantik dan agung berdiri di atas teratai.
Sebelah kiri adalah Bodhisattva Mahasthamaprapta, tangan kiri dan kanan memegang teratai yang belum mekar, berjubah surgawi beraneka warna yang berlapis-lapis, sekujur tubuh memancarkan cahaya warna-warni, sama-sama cantik dan agung berdiri di atas teratai.
Trini Arya bertanya, “Besok hari apa?”
Saya jawab, “Tidak tahu.”
Trini Arya berkata, “Besok adalah hari upasampada Anda.”
Saya tiba-tiba teringat, “Memang benar.”
Trini Arya berkata, “Kita akan datang merayakannya untuk Anda!”
Saya berkata, “Amitabha, terima kasih!”
*
Keesokan hari, di atas Dharmasana mandala utama Taiwan Lei Tsang Temple, saya berkonsentrasi berceramah Dharma.
Saya menunggu kedatangan Trini Arya untuk merayakan, setelah menunggu lama, Trini Arya tetap belum muncul.
Hanya terlihat:
Seekor kupu-kupu besar berwarna hitam, di seluruh tubuh ada bintik-bintik kuning keemasan, sangat indah.
Terbang berputar mengelilingi Dharmasana saya, terakhir berhenti di atas sandaran Dharmasana, kedua sayapnya tetap mengepak.
Saat ini, dua ekor burung, dari luar mandala utama, terbang masuk lewat pintu utama, langsung terbang di depan Dharmasana, kemudian mengitari tiang, berputar 3 putaran, dengan gaya yang paling anggun, terbang keluar.
Di dalam mandala utama duduk penuh oleh Acarya, Lama, umat se-Dharma, semua bengong, keheranan.
Karena, di dalam mandala utama tidak pernah ada burung terbang masuk, kupu-kupu hitam besar juga tidak pernah terlihat.
Kupu-kupu hitam keemasan, belum pernah ada sebelumnya.
Dua ekor burung langsung terbang ke Dharmasana, memutari tiang 3 kali, kemudian, terbang keluar, juga belum pernah ada.
Sangat mengherankan.
Semua orang berkomentar.
“Mengapa bisa demikian?”
*
Sehingga, pada upacara lain, saya berkata, “Kupu-kupu hitam keemasan adalah penjelmaan dari Buddha Amitabha.”
“Dua ekor burung terbang menghampiri adalah penjelmaan dari Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta.”
“Trini Arya Barat datang merayakan hari upasampada saya.”
Wah!
Semua orang tepuk tangan!
*
Siswa mulia yang terkasih:
Trini Arya menghormati saya di dunia ini, walau mengalami penderitaan tak terhingga, namun sradha awal tetap tidak luntur.
Ini melambangkan keteguhan sradha saya terhadap Buddhadharma. Saya yakin sepenuhnya pada guru saya.
Melatih diri belum tentu harus mengalami penderitaan, namun, penderitaan juga merupakan salah satu dari metode melatih diri.
Misalnya:
Marpa memiliki keluarga, memiliki istri dan anak, dan menjalankan usaha.
Milarepa mengalami penderitaan, melakukan pertapaan keras di gua.
Gampopa selalu berada di dalam perkumpulan Sangha.
Guru sesepuh agung Kargyupa, Tilopa, pernah melayani para wanita tunasusila di rumah bordir selama 20 tahun, siangnya bekerja sebagai pekerja yang menghaluskan wijen. (ini menjelaskan bahwa, cara apapun, bisa melatih diri)

Tidak ada komentar: