Ada seorang pejabat bertanya pada saya, "Saya adalah pejabat, bisakah saya berhasil dalam belajar Buddhadharma?" Saya menjawab, "Sulit dikatakan!" Pejabat bertanya, "Maksud Mahaguru Lu, pejabat tidak mungkin berhasil dalam belajar Buddhadharma?" Saya menjawab, "Aduh! Bukan begitu!" Pejabat bertanya lagi, "Mahaguru Lu sebentar mengatakan sangat sulit, sebentar mengatakan bukan begitu, sebentar pasti sebentar tidak pasti, apa maksudnya? Saya benar-benar tidak mengerti." Saya berkata, "Sebenarnya memahami hati dan menyaksikan Buddhata, bebas dari kelahiran dan kematian, kerisauan terhentikan, tidak mengalami tumimbal lahir, jalan dari mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang, jangankan pejabat atau orang biasa, sebenarnya, berhasil atau tidak, memang sulit dikatakan. Namun, baik pejabat maupun orang biasa, jika gigih mencari, masih ada kemungkinan untuk berhasil, itu sebabnya saya sebentar pasti, sebentar tidak pasti, semua alasannya ada di sini." Pejabat bertanya, "Di mana letak kesulitannya?" Saya menjawab, "Jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai oleh orang pintar; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan menggunakan ketrampilan; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan uang; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan berpendidikan tinggi; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan menjadi pejabat tinggi; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan menjadi dermawan besar; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan membangun vihara; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan mempelajari kitab suci Buddha; jalan mencapai kebuddhaan, bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan melatih samadhi...." Pejabat bertanya, "Jika kebuddhaan itu bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan apapun, siapa saja yang bisa mencapai kebuddhaan?" Saya menjawab, "Apapun dilupakan, barulah seorang siddha." Pejabat terkejut, "Apa yang dilupakan?" Saya menjawab, "Melupakan ego, melupakan hati sendiri, melupakan dunia, melupakan reputasi, melupakan keuntungan, melupakan kerabat, melupakan keluarga, melupakan karir, melupakan kesenangan, melupakan pujian, melupakan fitnah, melupakan persepsi, melupakan sensasi, melupakan suka, melupakan duka, melupakan ingatan, melupakan....." Pejabat bertanya, "Bukankah itu hilang ingatan?" Saya menjawab, "Hilang ingatan yang bukan hilang ingatan, berbekal Bodhicitta." Saya melanjutkan, "Tubuh manusia ini akan hancur seiring waktu, apalagi orang lain, masalah, benda di luar tubuh manusia. Asalkan membuktikan Buddhata sendiri yang pada dasarnya bersih, pada dasarnya luas, pada dasarnya sempurna, pada dasarnya bebas dari kelahiran dan kematian, pada dasarnya tidak datang maupun pergi, pada dasarnya adalah Dharma itu sendiri, pada dasarnya alami, inilah pencerahan sejati." Saya berkata, "Siapapun tidak mudah mencapai kebuddhaan, siapapun bisa mencapai kebuddhaan." Saya berkata: sajak Patriak VI;Bodhi sesungguhnya tak berpohon, cermin terang pun tidaklah berbingkai, pada mulanya memang tidak ada sesuatu apapun, yang dapat dikotori oleh debu. Ini adalah "sunya", juga "mengakhiri". Barulah mengerti tiada wujud aku, tiada wujud manusia, tiada wujud insan, tiada wujud kehidupan. Sepuluh penjuru dunia ibarat gelembung di tengah lautan, semua Arya bagaikan kilatan listrik. Saat ini sadhaka, tidak ada salahnya dengan Bodhicitta, menjalankan ikrar di dunia yang ilusi, melakukan penyelamatan yang ilusi, bebas dari belenggu, bebas leluasa. Siapa Patriak VI? Rahasia, rahasia, rahasia. |
Apapun Harus Dilupakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar