Mana Ada Lahir Mana Ada Mati

Seorang umat bermarga He dikaruniai seorang bayi laki-laki. Dengan sukacita ia membawa bayi yang baru lahir itu ke tempatku. Ia minta saya memberikan sebuah nama yang bermakna baik untuk bayi laki-lakinya yang berwajah menyenangkan itu.

Saya memeriksa octograph (bazi, atau tanggal kelahiran seseorang yang lengkap dengan jam kelahiran) si bayi sambil mengamati wajahnya. Setelah memprediksi lewat ramalan jari, saya bermeditasi sejenak untuk menyelidiki latar belakang karmawarana si bayi.

Saya bertanya pada umat He, "Saya akan memberikan si bayi sebuah nama, tapi Anda tidak menyalahi saya kan?"

"Mahaguru yang memberikan nama untuknya, tentu saya tidak akan menyalahi."

"Baiklah, namanya Heyou."

"Heyou. Nama bagus, nama bagus." Umat He merasa bahagia.

Si bayi tumbuh cerdas dan lincah. Saat menginjak satu tahun, ia sudah sanggup menyapa 'Papa' dan 'Mama', dan mulai dapat berbicara. Ia cukup pintar memahami maksud orang. Semua orang menyukai Heyou, dan selalu memanggilnya 'You'. Dan si bayi pun menyahut dengan suara yang lantang, "You."

Semua orang terhanyut dalam suasana riang gembira bersama si bayi itu.

Ketika menginjak usia dua tahun, tiba-tiba Heyou diserang flu dengan komplikasi penumonia yang tak tersembuhkan. Ia pun meninggal.

Suami-istri He datang menemuiku, "Mengapa Mahaguru tak memberitahu pada kami apa yang akan terjadi pada Heyou?"

Saya hanya terdiam.

"Mahaguru terkenal jitu dalam hal ramalan. Bila diberitahu sejak awal, mental kami akan lebih siap dalam menghadapi kejadian ini!"

Mereka menangis sedu-sedan di hadapanku, sungguh memilukan. Saya turut merasa sedih. Tak ada kata-kata yang dapat kuucapkan. "Ada yang menyesalkan nama yang Mahaguru berikan untuk anak itu. Mengapa mesti Heyou? Heyou berarti mana ada, bukankah itu berarti tidak ada?"

Saya menuliskan sepatah kalimat di atas secarik kertas:

"Mana ada lahir? Mana ada mati?"

"Apa artinya ini?"

"Kelak akan kauketahui!" jawabku.

Kira-kira berselang satu tahun kemudian, suami-stri He kembali dikaruniai seorang bayi laki-laki.

Anehnya, raut wajah anak yang baru lahir ini persis dengan Heyou yang dulu, sama sekali tiada perbedaan. Yang paling aneh adalah di bokong Heyou dan bayi yang baru lahir ini sama-sama memiliki tanda lahir di posisi yang sama dengan ukuran yang sama pula.

Kini rasa sedih dalam hati pasangan suami-istri ini terhapus semua. Menurut mereka, Heyou telah menitis kembali menjadi anak mereka.

Tiba-tiba mereka teringat pada kalimat yang pernah kutuliskan: Mana ada lahir? Mana ada mati? (Tiada kelahiran, dan tiada kematian pula)

Sungguh sebuah kalimat yang bermakna dalam.

Makan, mereka kembali membawa bayi yang baru lahir itu ke tempatku, dan memohon pemberian nama dariku.

Saya berkata pada mereka, "Tidakkah kalian menyalahkan saya?"

"Tidak, sama sekali tidak." Mahaguru memberi nama Heyou karena sudah tahu apa yang akan terjadi. Dan juga kalimat 'Mana ada lahir? Mana ada mati?' yang Mahaguru berikan itu, sungguh mencerminkan kapasitas Mahaguru sebagai seorang peramal nomor wahid."

Saya tertawa mendengarkannya, lalu berkata, "Bagaimana kalau saya berikan nama He Yousheng untuk anak yang satu ini?"

"Ini...."

"Jangan kuatir, kali ini Yousheng, artinya lahir kembali. Ia tak akan mati di tengah jalan. Coba pikir, mana ada lahir dan mana ada mati? Maksudnya, sudah mati toh hidup kembali."

Sambil menggendong bayi mereka yang kedua, pasangan suami-istri itu pulang dengan sukacita.

Dan saya, tetap menorehkan kalimat yang sama di atas secarik kertas, yakni: "Mana ada lahir? Mana ada mati?"

Bagi orang seperti diriku ini, lahir dan mati adalah satu kesatuan tunggal yang tiada bedanya. Boleh dikata, saya sudah melampaui pandangan lahir dan mati. Kelahiran memang patut disyukuri, kematian pun patut disyukuri pula. Tak ada lagi suka atau duka dalam menghadapi kedua peristiwa itu. Tak ada lagi rasa kehilangan atau rasa memiliki, juga tak ada lagi rasa keberhasilan atau rasa kegagalan.

Orang seperti diriku yang hidup bersahaja ini, telah mencapai tingkat 'Tiada lahir dan tiada mati'.

Melihat keluarga yang melahirkan anak, saya berkata, "Mana ada lahir?" Melihat orang meninggal, saya berkata, "Mana ada mati?"

Diriku ini adalah:

Hilir-mudik antara tiga gubuk
Cahaya dewa pencerah alam
Tiada beda antara baik dan buruk
Kilesa duniawi tak lagi menyangkut

Konghucu berkata, "Tanpa memahami makna kehidupan, tak mungkin kita memahami makna kematian."

Saya berkata, "Mana ada lahir? Mana ada mati?"

Tidak ada komentar: