10 Januari 2011, saya bangun pada dini hari, tiba-tiba terbersit
pencerahan yang samar-samar. Saya tidak tahu di mana diri saya? Saya
tidak tahu siapa saya? Saya tidak tahu apa gunanya saya? Saya tidak tahu
bagaimana hidup saya selanjutnya?
Tiba-tiba saya menjadi seakan-akan telah "kosong".
Memasuki "20 kekosongan" di dalam Sutra Mahaprajnaparamita.
Saya pernah berkata:
Hidup sehari, bahagia sehari.
Hidup sehari, bersyukur sehari.
Hidup sehari, bersadhana sehari.
Lantas, setelah bahagia? Setelah bersyukur? Setelah bersadhana? Apa yang masih harus saya katakan pada siswa mulia?
Yang dulu dikatakan, saya tidak tahu apa yang dikatakan pada siswa mulia?
Yang sekarang dikatakan, saya tidak tahu apa yang dikatakan pada siswa mulia?
Yang akan dikatakan, saya tidak tahu apa yang dikatakan pada siswa mulia?
Katakan, katakan, katakan, katakan, katakan.....
Katakan apa?
Saya
membuka Wudeng Huiyuan bab ke-10, menemukan, Hangzhou, Vihara Longhua,
Guru Zen Huiju, tak disangka sinkron dengan Mahaguru Lu.
Guru Zen
Huiju berkata, "Dari sekte kendaraan atas, sampai di sini, bagaimana
melantunkannya? Ibarat Tathagata Sakyamuni menyampaikan ajaran satu
zaman, ibarat botol yang dituangi air. Gude bahkan berkata, bagaikan
kata-kata mengigau. Mengutarakan dari kebenaran ini jadilah kebenaran
ini? Pahamkah? Membuka pintu lebar-lebar, mana pernah tersumbat? Lahir
sebagai orang awam, namun dididik sebagai orang suci, tidak tiris dalam
jalinan duniawi. Bicara awam maka semuanya awam, melantunkan suci maka
semuanya suci. Awam dan suci tidak saling berdampingan, masing-masing
dijuluki terhormat. Oleh karena itu, jalan kebenaran, bumi pertiwi,
selalu berceramah Dharma, selalu memancarkan terang,
tanah-air-api-angin, semuanya demikian juga."
Ceramah Guru Zen Huiju persis sama dengan pencerahan saya!
Bhiksu keluar dan bernamaskara pada Guru Zen Huiju.
Guru Zen Huiju berkata, "Pertanyaan bagus, pertanyaan Anda sesuai Dharma."
Bhiksu bermaksud maju dan bicara.
Guru Zen Huiju berkata, "Lagipula tidak ada persoalan juga!"
Seorang
bhiksu lain bertanya, "Para Buddha terlahir di dunia, memancarkan
cahaya dan menggetarkan bumi, lantas, apa tanda kemujuran bhiksu
terlahir di dunia ini?"
Guru Zen Huiju berkata, "Percakapan pecah sendiri."
Dalam
suatu ceramah berikutnya, Guru Zen Huiju berkata, "Di Longhua ini,
hanya mengangkut kayu dan memetik sayuran. Naik turun, pagi-pagi sekali
semangkuk bubur, saat makan semangkuk nasi, setelah tidur minum teh. Apa
yang dicerahi. Jagalah diri baik-baik!"
Bhiksu bertanya, "Saya belum memahami diri sendiri, bagaimana membedakan dangkal dan dalam?"
Guru Zen Huiju menjawab, "Mengenal mata sendiri?"
Bhiksu bertanya, "Bagaimana mata sendiri itu?"
Guru Zen Huiju menjawab, "Apa yang saya katakan pada Anda?"
*
Saya pribadi berasumsi:
Pencerahan saya, Mahaguru Lu pada saat bangun di dini hari, adalah bicara sendiri yang tanpa ujung pangkal.
Guru Zen Huiju menjawab pertanyaan Bhiksu, dan berceramah Dharma, semua adalah bicara sendiri yang tanpa ujung pangkal.
Jawaban Guru Zen Huijun juga tidak ada ujung pangkal.
"Tidak ada persoalan."
"Percakapan pecah sendiri."
"Apa yang saya katakan pada Anda?"
Dan yang saya katakan, "Saya tidak tahu apa yang dikatakan pada siswa mulia?"
Sudah paham?
Jika siswa mulia belum paham, menjengkelkan saya saja!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar