Keresahan Akibat Terpecah-belahnya Sangha

Bila dilihat dari mata orang awam, kerisauan Buddha Sakyamuni sangatlah banyak, Sang Buddha mengalami: derita sakit, serangan enam guru sesat, kemusnahan Suku Sakya, dua macam fitnah (fitnah dari Sundari dan Cincamana), desas-desus, nama jelek dimana-mana, berbagai macam perangkap (kubangan api, nasi beracun, senjata), dan terpecah-belahnya Sangha.

Di antaranya, menurut saya, yang membuat Sang Buddha paling sedih adalah terpecah-belahnya Sangha. Belakangan, menurut pembahasan orang-orang sekarang, bahwa pukulan terbesar sepanjang hidup Sang Buddha adalah masalah terpecah-belahnya Sangha. Penyebab terpecah-belahnya Sangha adalah Devadatta, anak Raja Dronodana, kakak laki-laki Arya Ananda, sepupu Sang Buddha. Ia menjadi bhiksu demi belajar kesaktian, tubuhnya memiliki 30 rupa, memahami 60 ribu Dharmapitaka.

Dalam Sutra Dvadasabhrāmyati tercatat: "Devadatta lahir pada gerhana matahari tanggal 7 bulan 4, tingginya 280 cm. Memiliki 30 tanda keagungan."

Orang ini cukup lama di sisi Sang Buddha, malah sangat dekat. Kemudian, ia ingin merebut posisi Sang Buddha sebagai pemimpin Sangha, ingin menjadi pemimpin Agama Buddha, Sang Buddha tidak menuruti keinginannya. Kemudian Devadatta menghasut 500 anggota Sangha untuk meninggalkan Sangha Sang Buddha. Lima ratus anggota Sangha di sini maksudnya jumlah yang sangat banyak, bukan benar-benar hanya 500 orang. Sehingga menyebabkan terpecah-belahnya Sangha.

Devadatta mengajukan Pancadharma Nirdesa:
1. Mengenakan jubah usang.
2. Selalu mengemis makanan.
3. Makan sekali sehari.
4. Selalu berdiam di tempat-tempat terbuka.
5. Tidak menyantap makanan bergaram dan 5 rasa.

Tujuan utama Devadatta adalah menyerang prinsip jalan tengah dari Sang Buddha. Karena Sang Buddha memakai jubah dari bahan brokat, menerima persembahan dari para umat, berdiam di Jetavana, rumah mewah Anāthapiṇḍada-ārāma...

Para anggota Sangha yang terhasut pergi mengikuti Devadatta.

Kita tahu bahwa lima macam perbuatan durhaka dalam Agama Buddha adalah: membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh Arahat, melukai diri Sang Buddha sehingga meneteskan darah-Nya keluar, dan memecah-belahkan Sangha. Di antaranya, pelanggaran terberat adalah memecah-belahkan Sangha.

Mengapa memecah-belahkan Sangha adalah pelanggaran terberat?

Jawabannya adalah: memecah-belahkan Sangha adalah mengadu domba antara anggota Sangha, merusak Dharma benar pada diri manusia, dan membunuh jiwa prajna manusia.

Sang Buddha berpendapat:
Jiwa prajna itu nomor satu, memecah-belahkan Sangha berarti merusak Dharma yang benar pada diri manusia dan membunuh jiwa prajna Dharma benar yang tak terhitung banyaknya. (pelanggaran ini lebih berat daripada membunuh manusia)



Saya pribadi berasumsi, Buddha Sakyamuni sepanjang hidup-Nya telah mengalami badai dan ombak besar, boleh dikatakan Beliau tidak pernah hidup tenang. Pukulan dari terpecah-belahnya Sangha adalah yang terbesar.

Orang-orang sekarang mengira, "Beginilah dunia manusia....." Sebuah ratapan tak berdaya!

Namun, menurut pandangan saya sebagai orang yang telah memahami hati dan menyaksikan Buddhata, pukulan ini, terutama pukulan atas terpecah-belahnya Sangha, batin Buddha Sakyamuni seharusnya tidak goyah. Mengapa? Sebab, Buddha Sakyamuni mencapai kebuddhaan di Dunia Saha, sedari awal Beliau telah memahami sepenuhnya apa itu Dunia Saha. Karena pahamlah, batin-Nya tidak goyah.

Hemat kata, "Masalah sebesar ini pun, sama halnya tidak ada masalah, mengertikah kalian?"

Penerjemah: Lianhua Shian

Tidak ada komentar: