Setelah keluarga Lianhua Dazhou memohon sarana pada Buddha Hidup Lian Sheng Lu Sheng-yen, mereka langsung mendirikan sebuah altar di rumah. Seluruh anggota keluarga sering menjapa Mantra Padmakumara, baik yang persi panjang maupun yang versi pendek, mereka sudah hafal di luar kepala.
Semula mereka bermaksud mempersemayamkan pratima Padmakumara yang berbahan keramik, namun tempat tinggal mereka di Amerika Tengah, pengangkutan pratima keramik dari Asia ke Amerika Tengah yang berjarak sangat jauh itu beresiko tinggi karena bahan keramik mudah pecah. Mereka mendengar pratima tersebut juga ada yang berbahan perunggu, namun mereka tak tahu harus mencari ke mana? Selain itu, mereka juga mendapat kabar bahwa pratima Padmakumara berbahan keramik pun sudah didapatkan di Vihara Vajragarbha Seattle.
Kemudian mereka juga mendengar bahwa di Nepal ada yang membuat tangka Padmakumara. Menurut mereka, alangkah baiknya menggunakan thangka untuk obyek altar. Namun jumlah thangka Padmakumara yang tersedia pasti sangat terbatas.
Mungkin pratima berbahan keramik sudah tidak diproduksi lagi, dan ini merupakan pratima Padmakumara yang terawal. Untuk yang berbahan kayu, mesti memesan pada ahli ukir. Di Taiwan terdapat ahli ukir pratima, tetapi di Amerika Tengah tidak ada.
Demikian pula dari bahan-bahan yang lain, katanya ada di mana-mana, nyatanya cari di mana-mana pun tak ditemukan.
Pratima-pratima lain yang mereka butuhkan untuk altar di rumah tidak sulit didapatkan. Pratima Buddha Sakyamuni saja cukup banyak tersedia, ada yang buatan India, buatan Thailand, buatan Tibet, buatan Jepang, atau buatan Taiwan. Demikian pula pratima Buddha Amitabha, Avalokitesvara, dan Aramapala, rata-rata tersedia di toko barang-barang kesenian. Apalagi Trisuci Sukhavati, juga tersedia di toko barang-barang kesenian.
Ketika mereka datang ke toko barang kesenian untuk mencari pratima Padmakumara, si pemilik toko berkata, "Mendengar saja pun tak pernah. Apa ciri-ciri khas pratima Padmakumara?"
Mereka juga tak dapat menjelaskan ciri-ciri tersebut.
Si pemilik toko menjadi tertawa, "Kalian saja tidak tahu ciri khasnya, bagaimana mungkin ada di toko saya ini."
Pemilik toko ini setiap tahun hampir lima kali berkeliling di Negeri Cina untuk mendatangkan barang-barang kesenian beraneka macam seperti batu giok, ukiran batu alam, patung perunggu, cangklong rokok, vas bunga, pratima Buddha, pratima para dewa, perabot rumah tangga, perhiasan, dan lain-lain. Semua barang kesenian ini dijualnya dengan harga tiga kali lipat.
Banyak orang Barat atau imigran Asia yang sangat menggandrungi barang-barang kesenian dari Timur. Bahkan ada orang Barat yang meletakkan patung singa bekas kuburan tua di Tiongkok sebagai perhiasan di depan pintu rumah mereka. Begitu pula Papan Arwah keluarga di Tiongkok pun dijadikan bahan perhiasan oleh mereka. Lemari kuno berkotak-kotak kecil yang biasanya digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan ramuan di toko obat tradisional Tiongkok pun dialih-fungsikan menjadi ornamen meubel. Sekesel bergaya oriental, kursi kebesaran, ranjang kuno, pispot, dan lain-lain, beraneka ragam.
Sedemikian hobinya mereka menyukai benda-benda ukiran ini sehingga seluruh ruang tamu, dapur, kamar tidur pun penuh dengan arca Buddha dan Bodhisattva. Sampai-sampai, pratima para dewa Dharmapala, dan Catur-Maharajika pun dijadikan sebagai benda pajangan.
Suatu ketika, secara kebetulan putra bungsu Lianhua Dazhou lewat di depan toko benda kesenian. Sepintas ia melihat seberkas cahaya keemasan berkelip. Dan di dalam cahaya itu ia melihat wujud Mahaguru Lian Sheng. Ia pulang ke rumah dan menceritakan apa yang ia lihat. Kedua orang tuanya tidak percaya.
Suatu kali, si putra bungsu itu kembali lewat di depan toko benda kesenian yang sama. Lagi-lagi terlihat berkas cahaya yang berkelip dengan wujud Mahaguru Lian Sheng di dalamnya. Saat ia ceritakan lagi pengalamannya itu, kedua orang tuanya tetap tidak percaya.
Baru setelah untuk ketiga kalinya si putra bungsu mengalami pengalaman yang sama, sekeluarga Lianhua Dazhou mendatangi toko benda kesenian tersebut dan mengutarakan keinginan mereka untuk membeli pratima Padmakumara.
Juragan toko berkata, "Tidak ada."
"Tapi anak saya melihatnya."
"Kalau begitu, silahkan mencarinya sendiri."
Di luar dugaan, ternyata tepat di samping mesin register toko itu berjejer rapi tiga buah pratima berbahan perunggu dengan ketinggian masing-masing 15 cm. Pratima tersebut berwajah agung, kepala mengenakan mahkota Panca Tathagata, duduk di atas padmasana, tangan kanan memegang vajradorje, tangan kiri memegang vajragantha. Gaya pemegangan ini disebut Mudra Fankou yang merupakan ciri khas Padmakumara.
"Ini dia! Ini dia!" seru Lianhua Dazhou sekeluarga dengan gembira.
Juragan toko berkata, "Saya juga tidak jelas kalau ini adalah Padmakumara, kukira Bodhisattva Ksitigarbha, itu sebabnya saya bawa pulang."
Akhirnya, sempurna dan lengkaplah altar di rumah Lianhua Dazhou.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar