Tidak Menghadiri Pernikahan


Seorang umat suci, bawa "undangan pernikahan" berikut "persembahan", mohon pada saya agar tidak lupa menghadiri pernikahannya.

Umat suci ini dari dulu memang sangat menghormati saya, ia memohon saya "memberkati" pernikahannya, saya tidak boleh tidak pergi.

Si umat berkata, "Mohon luangkan waktu untuk hadir memberkati!"

Saya mengangguk-angguk.

Tiba-tiba, sekonyong-konyong terdorong oleh desakan hati, begitu saya tekan sinar roh dan meramal, aduh! Gawat, saya terperanjat, bagaimana?

Saya melihat kehidupan lampau si umat suci:

Kehidupan lampau si umat suci adalah istri pertama seorang konglomerat, karena suka cemburu, ia pun menindas istri kedua, terakhir mendesak istri kedua hingga menemui jalan buntu, bahkan minta orang untuk mendorong istri kedua ke dalam sumur hingga mati tenggelam.

Kehidupan sekarang ini.

Istri pertama bereinkarnasi menjadi umat suci saya yang pria.

Istri kedua tetap bereinkarnasi menjadi wanita, kini datang demi menagih utang, menikah dengan si umat suci dan menjadi istrinya.

Sebab akibat karma ini sangat rumit, pokoknya, tak terbayangkan.

Kini, musuh bertemu musuh, musuh menikah dengan musuh, bagaimana memperhitungkan permusuhan ini?

Saya melihat:

Sehampar awan gelap terbang menghampiri dan menghalangi sinar matahari hingga langit dan bumi pun gelap gulita, seketika hujan badai dan halilintar geledek sambar-menyambar.

Pohon besar tercabut, ranting dan daun porak-poranda.

Lantai berserakahan.

*

Saya Sang Buddha Hidup Lian-sheng, Sheng-yen Lu ini "memahami" karma sebab akibat seperti telapak tangan sendiri, namun, tidak boleh merusak sebab akibat pula.

Demi menolong si umat suci, saya panggil si umat suci, saya berkata:

1. Saya tidak bisa menghadiri pernikahan.
2. Tidak bisa memberkati pernikahan.
3. Saya minta dia menebang sebatang pohon di belakang rumahnya pada hari pernikahannya di atas jam 1 siang.

Umat suci bertanya, "Mengapa?"

Saya menjawab, "Anda jangan tanya mengapa? Lakukan saja apa yang saya katakan, ada manfaatnya untuk Anda maupun saya."

Si umat suci mengiyakan dengan anggukan.

Si umat suci minta orang menebang sebatang pohon besar di sisi naga pada hari pernikahannya, namun, ditentang oleh seorang ahli fengshui, menurutnya, menebang pohon besar pihak tuan rumah pada hari yang berbahagia ini adalah pamali (pantang sekali).

Kerabat dan temannya percaya pada si ahli fengshui, satu demi satu menasihatnya.

Saya mengatakan harus tebang.

Ahli fengshui mengatakan tidak boleh tebang.

Pada hari pernikahannya, kerabat dan temannya menghalangi penebangan pohon, si umat suci juga tidak ambil pusing.

Setelah menikah, suami istri saling mencintai.

Si umat ini juga anggap ucapan saya ibarat angin lalu, tidak ingat lagi.

Tujuh tahun kemudian, keduanya sempat berselisih paham.

Istrinya mengambil sebilah pisah, membacoknya 14 kali, tangan dan kakinya dimutilasi, kepala dipenggal dari badannya.

Istrinya divonis masuk penjara.

*

Setelah saya dengar, mendesah:

Saya tidak menghadiri pernikahan dan memberkati, jika saya menghadiri pernikahan dan memberkati, bukankah telah merusak reputasi saya yang mampu "mengetahui masa depan".

Saya minta dia menebang pohon pada hari pernikahannya adalah "metode kias". Menyingkirkan petaka "kepala terpisah dari tubuh" (kepala, tubuh, tangan, dan kaki dimutilasi) yang akan terjadi di kemudian hari.

Sayangnya, ia tidak melakukannya.

Bukan saya tidak menolongnya, saya justru ingin menolongnya, sayangnya, berkah dan bencana sudah ditakdirkan, saat bencana datang pun, tidak bisa dielak, sebab akibat karma sulit diubah!

Malam permainan musik dan nyanyian di aula indah dengan lilin perak.
Keluarga saling mencintai dalam lembah emas dan tirai jaring.
Bagaimana tahu keberadaan sebab akibat permusuhan.
Awan gelap, hujan badai, dan halilintar sambar-menyambar.
Printer Friendly Page Send this Story to a Friend

Tidak ada komentar: