Preta Bodhisattva

Saat saya dari Seattle Ling Shen Ching Tze Temple kembali ke Nan-shan Ya-she, begitu memasuki pintu, langsung mendengar suara tawa, beberapa preta sedang tertawa terbahak-bahak.

Saya bertanya : “Apa yang lucu ?”

Preta A menjawab : “Hari ini adalah tanggal 23 Juni 2014, bukankah di senja hari Anda memimpin para umat untuk berparadaksina sambil melafalkan Nama Buddha ?”

Saya mengatakan : “Benar, itu adalah bhavana malam sehari-hari.”

Preta A sembari tertawa mengatakan : “Saat berparadaksina di vihara, kalian tidak usah sambil melafal Nama Buddha !”

Saya bertanya : “Mengapa ?”

Preta A menjawab : “Saya amati kalian , bibir melafal Nama Buddha, berbaris sangat panjang, memutari vihara, mulut komat-kamit. Namun di atas kepala tiada Buddha.”

Ia menambahkan : “Bibir melafal Buddha, namun batin tidak pada Buddha. Yang dimanifestasikan di atas kepala adalah persoalan carut marut, hal-hal sepele di rumah tangga, kekasih, pakaian bermerk, obrolan dan lain sebagainya.”

Saya bertanya : “Bagaimana dengan saya ?”

Preta A mengatakan :
“Anda ini ! Saat Anda berparadaksina tiba di Paviliun Raja Naga , di atas kepala muncul Buddha. Begitu keluar dari Paviliun Raja Naga, melihat ada mobil masuk, Anda langsung teringat untuk mengganti mobil dengan yang baru. Kemudian terus berparadaksina hingga di lokasi kotak surat, di atas kepala Anda kembali muncul Buddha. Saat berparadaksina di sisi kanan vihara, melihat orang sedang membakar kertas sembahyang, pikiran Anda berlari menuju kertas sembahyang. Begitu tiba di Ksitigarbhasala, Anda melakukan pertobatan. Tiba di pintu utama vihara, baru kembali normal. Saya mengamati saat Anda melafal Nama Buddha, hanya satu pertiganya saja di atas kepala terdapat Buddha.”

Saya bertanya : “Bagaimana dengan yang lainnya ?”

Preta A menjawab : “Tidak ada satupun yang terdapat Buddha. Semua hanya sekedar formalitas, membuat saya tertawa terbahak-bahak.”

Saya bertanya pada preta : “Yang bagaimanakah baru merupakan pelafalan Buddha ?”

Preta A menjawab : “Membahas perihal bhavana, batin manusia saat ini sungguh kacau, sungguh sukar untuk membuatnya berkonsentrasi. Batin harus mencapai tenangnya pikiran hingga terkumpulnya prana dan membentuk kekokohan, saat batin goyah maka prana buyar dan menjadi lemah. Dalam melafal Nama Buddha, kalian umat manusia sukar untuk sungguh hati, semua dipenuhi oleh perasaan bahagia – benci – sedih dan senang, diliputi oleh perasaan cinta dan benci, bahkan malah tidak senonoh dan tidak layak.”

Ia menambahkan : “Pelafalan Buddha yang sejati, tiap aliran pikiran ada dalam satu batin, maka pelafalannya pasti membuahkan hasil ; Tiap pikiran ada pada Satu Buddha, maka Buddha pasti hadir. Sekalipun melafal dengan suara lirih, namun Buddha hadir sebesar empat samudra, keduanya saling bertemu.”

Preta tertawa dan mengatakan :
“Di vihara kalian, yang pria memikirkan wanita, batinnya telah menjelmakan wanita, di atas kepala telah menjelma kelembutan dan kehangatan wanita. Yang wanita memikirkan pria, batin menjelmakan pria, samasekali kehilangan kewanitaanya. Pelafalan Buddha yang demikian, lebih baik tidak usah melafal.”

Saya mengatakan : “Terus melafal Nama Buddha, lama kelamaan pasti batin mencapai samadhi.”

Preta menjawab : “Melafal Nama Buddha, lama kelamaan pasti timbul penyakit.”

Saya bertanya : “Bagaimana dengan kalian para preta ?”

Preta menjawab : “Jurang dan lembah yang dalam, tidak nampak dan tidak mendengar perihal dunia fana. Dengan penuh perhatian mengendalikan batin, bersama langit dan bumi selaras dengan yin-yang, sejak dahulu di dunia makhluk halus, melihat ratusan tahun bagai sehari, apakah kalian umat manusia mampu demikian ?”

Saya merinding mendengarnya.

Saya menceritakan peristiwa ini kepada para umat.

Acarya Lian-ning mengatakan :
“Preta tersebut bukanlah preta, pasti adalah Bodhisattva yang bermanifestasi dalam wujud preta, demi menuntun para insan, pasti adalah Preta Bodhisattva.”

Saya menjawab : “Tepat sekali !”

Tidak ada komentar: