Saya pernah melewati sebuah kuil dewa bumi, begitu
saya beranjali pada dewa bumi di kuil dewa bumi. Selanjutnya, saya
menemukan di bawah pohon beringin di samping kuil dewa bumi, duduk
seorang Pak Tua yang beruban dan memegang tongkat.
Saya mampu melihat Pak Tua itu.
Orang lain belum tentu mampu melihatnya.
Pak Tua bertanya pada saya, “Mengapa Anda beranjali pada dewa bumi?”
Saya menjawab, “Sekedar memberikan penghormatan saja!”
Pak Tua berkata, “Mahaguru Lu memang Mahaguru Lu, jawaban beda dengan yang lain.”
Saya bertanya, “Maksudnya?”
Pak
Tua berkata, “Di sini, saya telah banyak melihat bahwa yang datang
sembahyang dewa bumi, semua memohon dewa bumi melindungi. Memohon usaha
maju, memohon keselamatan, memohon kemujuran, memohon kesehatan, memohon
jodoh, memohon menang undian utama, memohon menang perkara, dan
lain-lain.”
Saya bertanya, “Insan memang seperti itu, memangnya tidak boleh?”
Pak
Tua menjawab, “Sang Buddha hanya mengimbau orang untuk jangan berbuat
jahat, banyak berbuat kebajikan, menyucikan pikiran sendiri. Ini barulah
ajaran Buddha, jika orang-orang banyak berbuat kebajikan, menyucikan
pikiran sendiri, berkah pun timbul dengan sendirinya.”
Ia
melanjutkan, “Mempersembahkan 3 jenis daging untuk sembahyang dewa bumi
dan memohon berkah. Pejabat bersih pada umumnya pun tidak berani
menerima suap, apalagi dewa bumi yang jujur?”
Saya tercengang begitu mendengarnya.
Pak
Tua bertanya lagi pada saya, “Mahaguru Lu buru-buru pergi, apakah untuk
memimpin Ulka Mukha Yoga dari Pertobatan Kaisar Liang?”
Saya menjawab, “Anda telah tahu?”
Pak
Tua berkata, “Zhenfo Zong kita ada Pertobatan Air, Pertobatan Saddharma
Pundarika, Pertobatan Satya Buddha, Pertobatan Kaisar Liang, dan
lain-lain. Mahaguru Lu, apakah Anda mengira benar-benar berguna?”
Saya menjawab, “Tentu saja berguna!”
Pak Tua berkata, “Berguna tetap berguna, tidak berguna tetap tidak berguna. Mahaguru Lu mengerti maksud saya?”
Saya menjawab, “Mohon jelaskan!”
Pak
Tua berkata, “Umat manusia zaman sekarang, hanya tahu komat-kamit
bicara sendiri, mulut melantunkan kata-kata pertobatan, lalu bersujud
dan mengetukkan kepala ke lantai. Mereka tidak tahu apa itu pertobatan
sejati, yaitu membangkitkan Bodhicitta, tekun dan gigih memperbaiki
kesalahan yang pernah dilakukan, berusaha keras memperbaiki kesalahan
masa lalu, serta bersumpah tidak akan mengulanginya lagi, mengubah sifat
dan kebiasaan yang tidak baik menjadi baik, inilah pertobatan sejati.”
Ia
melanjutkan, “Mulut memang melantunkan kata-kata pertobatan,
mengetukkan kepala ke lantai. Memohon agar dihindari dari kesalahan,
dihindari dari hukuman, ini tidak ada gunanya.”
Begitu saya dengar, keringat bercucuran.
Saya berkata, “Benar, benar.”
Pak
Tua berkata, “Lain kali Anda menaiki Dharmasana, sampaikanlah apa yang
tadi saya katakan untuk meluruskan kekeliruan umat manusia!”
Saya berkata, “Pasti, pasti.”
Usai bicara, Pak Tua tiba-tiba menghilang.
Saya merasa: hantu tua ini adalah hantu yang melatih diri, jangan-jangan juga sesosok Hantu Dewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar