Ada sepasang suami istri di kalangan pengusaha yang kaya dan berkecukupan. Mereka senang berbuat kebajikan dan gemar berderma, sering memperbaiki jembatan dan jalan, menolong fakir miskin dan orang susah, serta menyumbangkan sebidang tanah yang luas kepada yayasan sosial, mereka adalah kriteria dermawan besar.
Walaupun demikian, sepasang suami istri ini tetap mengalami hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan, orang yang berusia lebih dari 40 tahun hampir 50 tahun, malah tidak memiliki keturunan, sang istri bahkan tidak bisa melahirkan seorang anak pun.
Suami istri telah banyak berbuat kebajikan, juga setiap bertemu vihara pasti sembahyang di vihara, bertemu kelenteng pasti sembahyang di kelenteng, bertemu orang-orang pintar juga memohon.
Rumah sakit sudah berkali-kali dikunjungi, setelah diperiksa, tidak diketahui penyebabnya, tetap saja "burung tidak bertelur".
Suatu hari, lewat rekomendasi orang, mereka pun mencari Mahaguru Lu.
Suami istri bertanya, "Apakah ada keturunan?"
Saya menekan ubun-ubun, muncul cahaya roh, saya pun segera tahu segalanya.
Saya berkata, "Langit manjur, dewa dan Buddha manjur, ada putra, 2 orang."
Suami istri bertanya, "Kapan ada?"
Saya menjawab, "Langit tahu, bumi tahu, Anda tahu, saya tahu."
Si istri panik, bertanya, "Sebenarnya kapan?"
Saya menjawab, "Sudah ada."
Suami istri saling bertatapan muka, sang istri bertanya, "Mahaguru Lu, Anda omong kosong apa, kami belum pernah memiliki keturunan, Anda malah mengatakan ada, saya bongkar papan lamaran Anda."
Saya menjawab, "Bongkar ya bongkar!"
Sang suami juga tidak bicara, menarik keluar istrinya yang marah. Sang istri bergumam, "Zaman sekarang, di mana-mana adalah dukun."
Konon nyonya itu menyebarluaskan di luar, "Mahaguru Lu tidak manjur lagi, omong kosong, apaan Buddha Hidup, semua adalah penipu."
*
Setelah kejadian berlalu 5 tahun, pengusaha tersebut tiba-tiba meninggal dunia.
Ada konflik harta warisan.
Seorang wanita muda membawa putra kembar, kedua putranya sudah berumur 7 tahun.
Lewat pemeriksaan DNA, membuktikan bahwa mereka putra sang pengusaha.
Saya tahu kejadian ini, saya pun bungkam.
Suatu hari.
Saya traktir sekeluarga makan di hotel, makanan dihidangkan di meja, mereka mengobrol ria.
Makan keluarga, selalu saya yang traktir.
Pesta selesai.
Saya bayar bon.
Kasir berkata pada saya, "Bon Anda sudah dibayar orang, orang yang membayar bon Anda mengatakan berutang pada Anda, ia baru saja keluar."
Saya mengejar keluar.
Tampak nyonya ini dari jauh, nyonya ini membalikkan badan, beranjali dan bersujud pada saya, kemudian pergi.
Itu dia.
Istri pengusaha ini, juga sangat menarik, suatu hari lagi, seorang umat mengirimku selembar memo, di atasnya tertulis:
Diam-diam bersarana.
Tekun bertobat.
Mari bertemu di lain tahun.
Segalanya sudah jelas.
Istri pengusaha, dulu sempat memaki saya habis-habisan, kini, malah datang bersarana pada saya, bertobat atas kesalahan masa lalu, tekun menekuni Sadhana Tantra Satya Buddha.
Tidak hanya demikian, ia bahkan mengerahkan tenaga dan dana!
Saya berkata, "Kemanjuran lamaran, tiada suka maupun duka; menyeberangkan orang melatih diri, mencapai ketenangan."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar