Acarya Lian Xiang adalah istri saya sebelum menjadi bhiksu, semarga dengan saya, yaitu Ibu Lu Li-xiang.
Sebelum saya menjadi bhiksu, saya punya seorang putra dan seorang putri, yaitu:
Lu Fo-qi.
Lu Fo-qing.
Fo-qi adalah bos (presiden direktur) bisnis otomotif.
Fo-qing adalah doktor ilmu hukum (pengacara).
Banyak tokoh agama, setiap kali mengritik saya, kalimat pertama yang mereka lontarkan pasti:
"Mahaguru Lu mempunyai anak dan istri, aneh! Mana boleh mempunyai anak dan istri?"
"Seorang bhiksu mana boleh punya anak dan istri?"
Saya selalu harus berkali-kali menjawab, "Istri saya adalah istri saya sebelum saya menjadi bhiksu, anak-anak saya adalah putra-putri yang lahir sebelum saya menjadi bhiksu."
Saya melanjutkan, "Pendiri Agama Buddha, Sakyamuni Buddha, sebelum menjadi bhiksu, ia juga mempunyai anak dan istri."
Istri Sang Buddha--Yasodhara.
Anak Sang Buddha--Rahula.
Sang Buddha tidak hanya mempunyai anak dan istri, bahkan memiliki selir.
Namun, Sang Buddha minggat dan pergi melatih diri.
Dan saya juga menjadi bhiksu dan pergi melatih diri.
Ibu Lu Li-xiang ikut melatih diri, satu-satunya hal yang dilakukannya adalah bantu saya 'menyediakan makanan'.
Saya mengajarinya Buddhadharma.
Saya berkata:
Kita tidak tidur sekamar, bahkan satu 'pelukan' pun tidak ada.
Jika suami istri, ini sungguh hal yang cukup memprihatinkan.
Saya memperkenalkan Acarya Lian Xiang dan saya secara singkat, sebenarnya demikian.
Antara kami:
Tidak ada cinta (cinta orang awam).
Tidak ada benci (benci orang awam).
Bukan teman (persahabatan orang awam).
Bukan musuh (dendam orang awam).
Antara kami, apapun bukan, saya bukan majikan, ia juga bukan pembantu.
Kami berdua adalah sadhaka.
Saya adalah Buddha Hidup Lian-sheng Sheng-yen Lu.
Dia adalah Acarya Lian Xiang Lu Li-xiang.
Saya pernah memikirkan, apakah kami harus berpisah selamanya, satu di timur, satu di barat, satu di selatan, satu di utara, barulah benar-benar menjadi bhiksu.
Sebenarnya pada hakikatnya, kita sedari awal sudah tidak ada apa-apa lagi, sungguh tidak ada apa-apa lagi, bagaikan air, air tawar, masihkah perlu berpisah di timur, barat, selatan, dan utara?
Saya:
"Berdiri di puncak gunung tinggi, berjalan di dasar laut dalam, keluarga dan anak-istri, sedari awal sudah direlakan semuanya."
Suatu kali, di atas Dharmasana, saya mengajukan pertanyaan, "Bukan cinta, bukan benci, bukan teman, bukan musuh, apakah itu?"
Siswa-siswa saya bingung.
Saya bertanya, "Apakah itu?"
Jika siswa mulia merenungkan kalimat ini dan berhasil menemukan jawabannya, Anda mana mungkin tidak mendapatkan firman!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar