Kira-kira sewaktu SMA, suatu saya malam bermimpi, melihat sesosok Buddha besar, wajah sangat agung, sekujur tubuh penuh cahaya gemilang, bagaikan lazuardi.
Mata yang jernih dan luas.
Kulit yang putih dan mulus.
Hidung yang lurus terawat dan mancung.
Bibir yang merah dan gempal.
Mutiara telinga yang terurai panjang dan indah.
Kening yang lapang dan datar tertata.
Usnisa yang bulat seperti chatra.
Tangan membentuk "Mudra memutar Dharmachakra".
Jubah surgawi berlapis-lapis.
Saya berdiri di bawah-Nya, hanya sebesar semut.
Saya menengadah menatap-Nya.
Ia berkata, "Saya adalah Vairocana, khusus menampakkan diri untuk memberikan vyakarana pada Anda, kelak Anda adalah Buddha."
Saya berkata, "Saya bukan."
Ia berkata, "Nama Anda sudah mengandung makna Dharma."
Saya menjawab, "Nama saya diberikan oleh seorang kepala sekolah berkebangsaan Jepang, marga saya memang Lu, kata Sheng-yen adalah nama yang disukai Orang Jepang."
Ia berkata, "Ini juga jodoh karma."
Ia berkata:
"Lu" -- adalah sesosok Buddha, tangan memanjang, tangan kanan menyentuh tanah, duduk di atas Padmasana.
"Sheng" -- adalah luar biasa, pasti mencapai tingkat Buddha.
"Yen" -- adalah kebijaksanaan, orang yang mencapai pencerahan, memahami hati dan menyaksikan Buddhata.
Vairocana memberikan vyakarana pada saya, saya tidak berani percaya, ini kejadian dalam mimpi, mana boleh dianggap serius, saat itu, saya sangat biasa, mana tahu ada hari ini.
Namun, Vairocana justru berkata, "Tiga kata dari Sheng-yen Lu ini, kelak akan bercahaya dan terang, menerangi seluruh dunia, memimpin Dharma yang benar dari Tathagata, menguntungkan insan tak bertepi. Anda benar-benar adalah Buddha."
*
Kemudian, saat saya keluar membabarkan Dharma, ada aliran lain memberikan saya "analisa kata":
Lu -- melambangkan orang ini tidak punya rumah, orang jalanan, mengembara seumur hidup.
Sheng -- melambangkan orang ini pemakan daging, raja mara pemakan daging.
Yen -- melambangkan orang ini tidak tahu malu, seumur hidup diskreditkan, dicampakkan insan.
Aliran lain menganalisa 3 kata dari nama saya "Sheng-yen Lu", saya merasa juga sangat masuk akal.
Ini adalah "angin sakal besar" dari nama.
Jika mimpi vyakarana dari Vairocana dibandingkan dengan analisa kata dari aliran lain, benar-benar beda jauh ibarat langit dan bumi. Sementara, nasib saya memang demikian.
Saya adalah sadhaka yang berjalan melawan angin. Sepanjang hidup saya sama sekali tidak lancar. Melainkan, ada sedikit hasil saja, datanglah angin ribut dan hujan badai, menghancurkan saya.
Ketika saya menjadi Maha-Dharmaraja dalam Agama Buddha, ketika saya memutar Maha-Dharmachakra mahatinggi, ketika saya menjadi objek utama tempat berlindung, dengan sendirinya dilawan oleh banyak serangan, fitnah, dan hubungan buruk.
Saya semasa kanak-kanak, terlalu biasa!
Saya semasa muda, punya banyak teman, bersenang-senang dalam berbagai jenis hiburan. Hati saya, sudah lambat-laun menjadi tenang, seakan-akan dititip di dunia lain yang lebih tinggi.
Saya sering merenungkan:
Hidup selain "ini", apakah ada jalan keluar lainnya?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar