ORANG SOMBONG

Pada zaman perang musim panas dan musim gugur, ada seorang bernama Gengsang Chu, Gengsang adalah marga, nama tunggalnya Chu.

Ia telah mencapai "Dao" dalam melatih diri.

Ada satu orang lagi, marganya Nanrong, nama tunggalnya Chu, sehingga dipanggil Nanrong Chu, ia tahu bahwa Gengsang Chu mencapai Dao, lalu datang karena kagum akan kemasyhurannya dengan harapan semoga Gengsang Chu mewariskan "Dao" dan berguru pada Gengsang Chu.

Namun, begitu sang guru melihat murid ini.

Sang Guru lantas menolaknya.

Karena murid ini memiliki watak pemberontak.

Gengsang Chu berkata pada Nanrong Chu, "Scolioidea tidak dapat mendidik ulat kubis, ayam vietnam tidak dapat mengerami telur angsa. Namun, ada semacam ayam Shandong justru dapat mengerami telur angsa."

Lebih lanjut, "Antara sesama ayam, sepertinya bentuk dan wataknya hampir sama, namun ada perbedaan tingkat kemampuan, kemampuan saya kecil, tidak berhak mengajari Dao pada Anda, silahkan cari orang bijak yang lain saja!"

Begitu Nanrong Chu mendengar bahwa Gengsang Chu tidak berani mengajarinya, ia pun mundur.

Kisah ini membuat saya teringat bahwa antara sesama ayam ada bedanya:

Ayam leghorn -- khusus bertelur.

Ayam kampung -- dagingnya sangat berkualitas.

Ayam bertulang hitam -- paling bergizi.

Ayam hutan -- alami.

Ayam mutiara -- paling indah.

Ayam kalkun -- terus berkokok.

Merak -- permaisuri yang paling cantik.

Gengsang Chu menggunakan perumpamaan sesama ayam, kekuatannya kecil, tidak dapat mendidik "telur watak pemberontak" seperti Nanrong Chu.

Haha! Asyik.

Sementara saya, Lian Sheng, benar-benar orang sombong, mengapa menyebut diri saya orang sombong?

Saya menerima siapapun sebagai murid, karena saya tidak mengabaikan seorang insan pun, saya menerima semuanya menjadi murid.

Saya mengajari mereka tanpa membeda-bedakan, sebenarnya di antara murid saya banyak yang berwatak pemberontak.

Saya langsung tahu begitu melihatnya sekali.

Namun, karena saya orang sombong, saya tidak peduli apakah itu "watak benar", "watak pemberontak", "watak sesat", "watak terbalik", "watak aneh", "watak suci", "watak awam", "watak siluman", "watak bedebah", "watak asusila"....... Semuanya diterima menjadi murid.

Itu sebabnya, murid saya banyak, tapi sangat kacau pula.

Mengapa saya tidak takut "watak pemberontak" membunuh gurunya?

Sepatah kalimat, "Keberanian bersumber dari kepandaian yang luar biasa."

Saya berdiri di tingkat tertinggi, melihat ke atas, di atas sudah tidak ada orang lain lagi. Lalu melihat ke kiri dan ke kanan, orang yang setingkat dengan saya bisa dihitung dengan jari, jumlahnya tidak seberapa, hanya dua-tiga orang saja. Saya adalah orang sombong, hanya saya yang berkuasa.

Banyak orang yang menyebut dirinya "Guru Besar", "Shangren", "Buddha Hidup", "Guru Sekte", "Upasaka Besar", di mata saya, semuanya sedang mendaki di separuh pinggang gunung, mereka paling tidak adalah ayam kalkun yang terus berkokok.

Ada lagi ayam-ayam kecil yang belum lulus TK nol, juga menyebut dirinya sendiri bodhisattva.

Benar-benar membuat saya memuncratkan nasi!

Saya pikir, Gengsang Chu tidak berani menerima Nanrong Chu sebagai murid, tetapi saya justru berani, ini karena jika saya tidak menerima orang-orang berwatak pemberontak ini, membiarkan mereka berguru pada orang lain.

Paling tidak menghasilkan beberapa ekor ayam kalkun saja, orang sombong seperti saya ini mengasihani orang-orang demikian, orang-orang ini "tahun keledai" baru bisa memperoleh Dao, benar-benar lama tak terhingga.

Bagaimana kalau "watak pemberontak" balik mengigit saya? Gigit hingga ke tulang, namun, saya memperoleh Dao ya memperoleh Dao, digigit juga memperoleh Dao, apa yang ditakutkan?

Orang sombong memperoleh Dao, gigit ya gigit, tidak sakit juga tidak gatal, inilah yang disebut "tidak apa-apa"!

Tidak ada komentar: